PALU, KOMPAS — Setelah menetapkan nakhoda KM Fungka Permata V sebagai tersangka, penyidik Direktorat Kepolisian Perairan dan Udara Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah terus mendalami kasus terbakar dan tenggelamnya kapal itu. Polisi pun terus menyelidiki kemungkinan adanya kelalaian pihak lain dalam peristiwa tersebut.
Direktur Kepolisian Perairan dan Udara Polda Sulteng Komisaris Besar Toni A Effendi di Palu, Sulteng, Jumat (28/9/2018), mengatakan, penyidik tidak berhenti hanya pada nakhoda LOS. Keterlibatan pihak lain pun didalami.
Pihak lain yang dimaksud seperti pemilik kapal dan petugas di pelabuhan karena banyak penumpang tak tercatat dalam manifes. Banyaknya penumpang yang tidak tercatat dalam manifes merupakan salah satu indikasi kelalaian nakhoda. Manifes merupakan hal standar dalam pelayaran.
KM Fungka Permata V yang berbobot 221 gros ton (GT) terbakar dan tenggelam di perairan Pulau Togong Sagu, Kecamatan Bangkurung, Banggai Laut, Jumat (14/9/2018). Kapal yang berangkat dari Pelabuhan Baubau, Sulawesi Tenggara (Sultra), dan sempat singgah di Pelabuhan Raha, Kabupaten Muna, Sultra, itu mengangkut total 146 penumpang.
Sebanyak 126 penumpang selamat, termasuk 10 anak buah kapal. Sebanyak 13 penumpang tewas ditemukan. Sementara tujuh orang tak ditemukan hingga pencarian selama tujuh hari dihentikan.
Lokasi kecelakaan ditempuh empat jam dengan kapal dari Banggai, ibu kota Banggai Laut. KM Fungka Permata V berlayar menuju Pelabuhan Banggai, Banggai Laut, saat kebakaran terjadi.
Berdasarkan hasil penyelidikan, lanjut Toni, kebakaran dipicu api yang muncul di knalpot kapal. Api lalu merembet ke badan kapal dimulai dari bagian belakang kapal. Kapal tersebut hampir seluruhnya terbuat dari kayu.
Gubernur Sulteng Longki Djanggola, beberapa waktu lalu, menyampaikan, kecelakaan kapal penumpang tersebut menuntut perhatian serius pengelola pelabuhan atau syahbandar untuk selalu memperhatikan kelaikan kapal penumpang sebelum berlayar.
Di Sulteng, masih ada wilayah yang warganya mengandalkan pelayaran rakyat (kapal kayu) untuk mobilitas. Selain di Kabupaten Banggai Laut, pelayaran rakyat masih menjadi angkutan andalan warga di Banggai Kepulauan dan sebagian Morowali Utara.
Saat Kompas menumpang kapal dari Pelabuhan Kolonodale ke Pelabuhan Soyojaya, Kabupaten Morowali Utara, April lalu, kapal tak dilengkapi dengan fasilitas keselamatan, seperti pelampung. Tak ada pencatatan nama penumpang (manifes). Pelayaran tersebut memakan waktu 2,5 jam untuk sekali jalan.