BANJARMASIN, KOMPAS – Pemantauan dan pengawasan terhadap media sosial yang digunakan sebagai sarana kampanye lebih intens dilakukan pada masa kampanye pemilihan umum yang berlangsung mulai Minggu (23/9/2018) hingga 13 April 2019. Pemilik akun yang menyebarkan berita bohong, ujaran kebencian, serta politisasi suku, agama, ras dan antargolongan segera ditindak.
Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Provinsi Kalimantan Selatan Iwan Setiawan mengatakan, media sosial yang digunakan sebagai sarana kampanye akan terus dipantau selama masa kampanye. Pemantauan dilakukan terhadap akun media sosial yang terdaftar secara resmi di Komisi Pemilihan Umum (KPU) maupun akun-akun yang tidak terdaftar di KPU.
”Jika terpantau menyebarkan berita bohong, ujaran kebencian, dan politisasi SARA, segera kami tindak lanjuti. Dalam hal ini kami bekerja sama dengan Kepolisian Daerah Kalsel dan Badan Intelijen Negara Daerah Kalsel,” kata Iwan dalam acara Deklarasi Kampanye Damai di Banjarmasin, Minggu (23/9/2018).
Di samping mengawasi dan menindaklanjuti temuannya, menurut Iwan, Bawaslu juga akan menindaklanjuti laporan-laporan dari masyarakat yang berkenaan dengan pelanggaran di dalam tahapan masa kampanye Pemilu 2019.
Ketua KPU Provinsi Kalsel Edy Ariansyah menjelaskan, selama masa kampanye peserta pemilu dilarang memasang alat peraga kampanye di tempat ibadah, fasilitas pendidikan, fasilitas pemerintah, serta gedung-gedung yang dilarang berdasarkan ketentuan suatu daerah.
”Setelah semua peserta pemilu berikrar dalam Deklarasi Kampanye Damai ini, kami harapkan kegiatan-kegiatan kampanye, seperti pertemuan terbatas, pertemuan tatap muka, rapat umum, pemasangan alat peraga, kampanye di media massa dan media sosial dilakukan sesuai koridor yang diatur oleh peraturan perundang-undangan,” tuturnya.
Menurut Edy, semua tahapan pemilihan legislatif dan pemilihan presiden harus berlangsung sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu serta Peraturan KPU Nomor 23 Tahun 2018 tentang Kampanye.
”Melalui momentum Deklarasi Kampanye Damai ini, kami membangkitkan kesadaran semua peserta pemilu untuk mewujudkan pemilu yang damai, kondusif, demokrasi, serta tanpa politisasi SARA dan politik uang,” ujarnya.
Gubernur Kalsel Sahbirin Noor mengatakan, pemilu pada hakikatnya adalah pesta demokrasi. Sebagai suatu pesta, pemilu sudah semestinya menghadirkan kegembiraan sehingga hasilnya juga membawa kegembiraan bagi rakyat Indonesia.
”Saya berharap pesta demokrasi 2019 membawa kegembiraan bagi rakyat Indonesia. Siapapun pemimpin yang terpilih, mereka adalah pilihan rakyat dan mereka harus membawa kegembiraan bagi rakyat,” ucapnya.
Sahbirin juga berharap ikrar yang diucapkan dalam Deklarasi Kampanye Damai tidak sekadar ucapan di mulut, tetapi diresapi sampai ke dalam hati dan dilaksanakan.
”Jangan bertengkar sesama saudara. Suasana perang itu tidak enak. Indonesia yang sudah merdeka dan damai, jangan sampai gaduh hanya karena perbedaan pilihan,” kata gubernur yang akrab dengan sapaan Paman Birin itu.