Transparansi Desa Menuai Kemajuan
Beberapa tahun lalu, Desa Sindangjawa di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, termasuk tertinggal. Kondisi itu berubah saat pemerintah desa itu memanfaatkan dana desa secara transparan. Sindangjawa pun menjadi desa maju.
Semula Desa Sindangjawa termasuk tertinggal dengan predikat ”si bungsu” di antara 13 desa di Kecamatan Dukupuntang. Kini, Sindangjawa melesat jauh ke depan.
Spanduk besar berisi draf Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) terpajang di dinding Balai Desa Sindangjawa, Kecamatan Dukupuntang, Rabu (8/8/2018). Sumber dana Rp 1,7 miliar dan penggunaannya untuk membayar tunjangan, membangun pagar sekolah, hingga membeli koran termuat di spanduk.
Di sampingnya terdapat spanduk berisi lowongan untuk menjadi ketua dan sekretaris badan usaha milik desa. Perekrutan dilakukan secara terbuka. Siapa pun yang memasuki balai desa dapat melihat dan mempertanyakan.
”Waktu spanduk dipasang tahun 2016, saya diketawain kepala desa lain karena itu tidak biasa. Saya diam saja,” ujar Kuwu (Kepala Desa) Sindangjawa Engkos Kasturi. Pensiunan pegawai negeri sipil Pemerintah Kabupaten Cirebon berusia 63 tahun ini pun terus mengumumkan rincian APBDes Sindangjawa.
Pada 20 April 2016, Sindangjawa termasuk dalam lima desa di Tanah Air yang dicanangkan sebagai desa digital percontohan. Desa itu melaksanakan transaksi pembayaran secara elektronik, baik dalam proses penyaluran maupun pemanfaatan dana desa.
Dana desa yang masuk ke rekening desa di Bank Jawa Barat Banten (BJB) tidak bisa langsung digunakan. Uang itu otomatis masuk ke Bank BRI. ”Bendahara dan kuwu tidak pegang uang. Jadi, kami tidak takut harus membawa uang banyak di tas,” ucap Bendahara Sindangjawa Eha Hazanah.
Semua transaksi menggunakan program CMS BRI. Dalam program itu terdapat rencana anggaran belanja desa. Dana keluar harus disetujui bendahara dan kuwu secara elektronik dengan kata sandi khusus. Jika tidak ke kantor, transaksi dilakukan dengan telepon pintar di mana pun dan kapan saja selama ada jaringan internet.
Pembayaran nontunai
Pembayaran barang dan jasa dilakukan secara daring. Aparat desa tidak perlu ke bank, anjungan tunai mandiri, atau membayar langsung. ”Kalau beli sesuatu, toko harus mau dibayar nontunai. Kalau tidak, kami tidak belanja di sana,” ujar Eha.
Jejak penggunaan dana desa terekam. Pada 6 November 2017, misalnya, upah tukang pembangunan saluran pembuangan air limbah Rp 6.125.000 dikirimkan ke rekening mandor.
”Sekecil apa pun nilainya, harus dilakukan secara nontunai.
Setiap enam bulan, kami melaporkan rekaman transaksi pemanfaatan dana desa ke Kantor Perwakilan Bank Indonesia Cirebon,” papar Kepala Urusan Keuangan Desa Sindangjawa Tuniah.
Menurut dia, meski jaringan internet kadang tidak stabil, model nontunai lebih aman dan transparan dibandingkan transaksi tunai. ”Pemanfaatan dana desa terekam semua,” kata Tuniah.
Kasturi mengatakan, segala upaya transparansi tersebut tidak hanya menjadikan desanya pemenang kedua bidang kearsipan tingkat kabupaten. Hal itu juga membuat masyarakat lebih percaya dengan pemerintahan desa. Partisipasi masyarakat meningkat. ”Sekarang, warga antusias mengusulkan program pembangunan desa, bahkan ikut membantu dengan tenaga dan materi,” ujarnya.
Pendapatan desa dengan penduduk 5.235 orang itu salah satunya berasal dari swadaya masyarakat. Tahun ini, jumlahnya mencapai Rp 240 juta. Bahkan, ada warga yang rela menjual tanahnya demi pembangunan jalan dan tempat pemakaman di desa.
Dana desa sangat membantu pembangunan desa. Sebab, aset desa hanya sawah 3.500 meter persegi dengan hasil sewa Rp 1 juta per tahun.
Pemanfaatan dana desa yang hampir Rp 1 miliar per tahun dapat dipantau warga. Demikian pula wujudnya. Jalan sepanjang 5.120 meter, misalnya, telah terbangun dan teraspal sepanjang 1.340 meter. Jalan itu sebagian besar menghubungkan area persawahan dengan jalur transportasi darat.
”Tiga tahun penerapan dana desa sejak 2015, kami fokus untuk infrastruktur karena desa ini paling tertinggal di antara 13 desa di Dukupuntang. Sekarang, kami termasuk desa maju,” ujarnya.
Berdasarkan penjelasan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, desa maju ialah desa yang mampu mengelola daya ketahanan sosial, ekonomi, dan ekologi secara berkelanjutan menuju desa mandiri. Di bawah desa maju ada kategori desa berkembang, tertinggal, dan sangat tertinggal.
Tahun 2011, penerima beras untuk rakyat miskin sebanyak 612 keluarga. Saat ini, jumlahnya turun jadi 353 keluarga. Mereka terus diberdayakan.
”Kami menyiapkan Rp 390 juta untuk pembuatan jalan dengan paving block. Lahan untuk 5.000 domba akan dibangun,” ujar Kasturi.
Kampung domba
Desa yang berjarak 4 kilometer sebelah barat pusat pemerintahan Kabupaten Cirebon ini nyaris tak punya produk unggulan. Luas area sawah 100 hektar, setengah dari luas desa. Namun, sejak 2016, tujuh pemuda desa mengembangkan Kampung Domba di Blok Pakopen. Kandang dan saung dibuat secara swadaya oleh Kelompok Tani Kampung Domba.
”Kampung Domba diharapkan jadi ciri khas, bahkan tempat belajar tentang domba, di Sindangjawa,” ujar salah seorang pendiri Kampung Domba, Galuh Puja Utama (22).
Kelompok beranggotakan 13 orang itu punya 14 domba. Pada 2010, mereka hanya memiliki 10 domba. ”Pemdes mendukung dalam hal perizinan dan kami diajak studi banding terkait peternakan domba,” ucapnya.
Kelompok ini mengembangkan koperasi beranggotakan 740 orang dengan aset Rp 73 juta. Warga yang ingin meminjam uang maksimal Rp 1 juta dikenai bunga relatif rendah, 2 persen. Tidak hanya menjadi wadah simpan pinjam, koperasi juga menjual bahan pangan, seperti beras dan telur.
”Kami ingin memberikan alternatif dari banyaknya bank keliling dengan bunga tinggi. Kami mau uang lebih banyak berputar di desa,” kata Galuh.
Upaya warga dan pemdes tersebut menjadikan karang taruna desa sebagai pemenang ketiga tingkat Provinsi Jabar 2016. ”Sekarang banyak yang kenal Sindangjawa. Dulu hanya Dukupuntang yang dikenal,” ujarnya.
Pendamping desa di Kecamatan Dukupuntang, Ali Rosyidin, mengatakan, kemajuan Sindangjawa berawal dari transparansi. ”Ini membuat warga berpartisipasi karena percaya dengan aparat desa. Di desa lain, memasang spanduk rincian anggaran saja tak berani,” ujarnya.
Upaya Pemdes Sindangjawa mengumumkan rincian anggaran desa hingga menerapkan pembayaran nontunai merupakan langkah pencegahan korupsi.
Menurut data Indonesia Corruption Watch akhir 2017, selama 2016-2017 terdapat 110 kasus korupsi anggaran desa yang telah diproses hukum.