SEMARANG, KOMPAS - Peralihan alat tangkap cantrang menjadi ramah lingkungan belum diikuti pengisian buku harian kapal atau logbook yang optimal oleh pengusaha perikanan. Guna mengatasi masalah itu, Balai Besar Penangkapan Ikan Semarang, Jawa Tengah, bekerja sama dengan pihak swasta mengembangkan alat pencatat elektronik buku harian kapal.
Pelaksana Tugas Kepala Balai Besar Penangkapan Ikan (BBPI) Semarang Kementerian Kelautan dan Perikanan
Usman Effendi, Rabu (5/9/2018), mengatakan, sejumlah kapal dengan kapasitas di atas 30 gros ton (GT) telah beralih alat tangkap. Wilayah penangkapan ikan pun bergeser dari Laut Jawa ke Laut Arafura. Hanya saja, ada beberapa kewajiban yang belum dipenuhi.
”Salah satunya pengisian logbook yang pencatatannya masih lemah. Padahal, logbook memiliki peran penting dalam tata kelola penangkapan ikan. Logbook merupakan dasar kebijakan pemerintah untuk membuat regulasi,” tutur Usman di Semarang.
Menurut Usman, dari logbook, dapat dilihat berapa persen pemanfaatan ikan yang dilakukan oleh pengusaha perikanan di satu wilayah. Hal ini juga berkaitan dengan stok sumber daya ikan yang tersedia di kawasan tersebut.
BBPI pun bekerja sama dengan PT Unggul Cipta Teknologi dan menghasilkan Vessel Monitoring Aid (VMA), yang diperuntukkan bagi kapal di bawah 30 GT. ”Selain sebagai alat bantu navigasi, alat itu mampu mengisi logbook perikanan secara elektronik dan realtime,” ujar Usman.
Dia menambahkan, uji coba alat sedang dilakukan pada 10 kapal di Labuhan, Provinsi Banten. Apabila pada kapal di bawah 30 GT sudah berjalan baik, diharapkan pengisian logbook kapal-kapal di atas 30 GT juga optimal. Dengan demikian, stok dan pemanfaatan sumber daya ikan bisa terpetakan.
Terkait pengelolaan sumber daya ikan berkelanjutan, menurut Usman, pihaknya tidak melulu mengedepankan peraturan. ”Pendekatan kami melalui edukasi agar nelayan paham bahwa kondisi Laut Jawa sudah terlalu ramai. Perlu solusi agar sumber daya ikan terjaga untuk masa depan,” katanya.
Pada 5-6 September 2018, BBPI Semarang menyelenggarakan ”Gelar Teknologi Alat Tangkap Ramah Lingkungan”. Kegiatan tersebut diharapkan dapat menyebarluaskan teknologi inovasi di sektor perikanan dan kelautan.
Dalam soal inovasi teknologi, Menteri Kelautan dan Perikanan (2001-2004) Rokhmin Dahuri menyatakan, teknologi yang dimiliki Indonesia masih kalah jauh dengan negara lain sehingga tidak mampu bersaing. Dia mencontohkan, pada 2016, luas total tambak udang Indonesia mencapai 380.000 hektar.
”Namun, hanya 10 persen petambak intensif dengan menggunakan metode dan alat modern, sedangkan yang tradisional mencapai 65 persen,” ujar Rokhmin saat memberikan kuliah umum di Institut Teknologi Bandung. Perkembangan teknologi revolusi industri 4.0 meningkatkan produktivitas, termasuk di sektor maritim, tetapi belum dimanfaatkan dengan maksimal.