BANDA ACEH, KOMPAS — Pengadaan alat kesehatan layanan kanker senilai Rp 60 miliar untuk pusat pelayanan kanker Rumah Umum Zainoel Abidin Banda Aceh dibatalkan. Pembatalan terpaksa dilakukan karena pembangunan gedung tempat penyimpanan alat terhambat setelah perusahaan pemenang tender diputuskan kontrak. Kasus ini merugikan publik sebab keberadaan pusat pelayanan kanker sangat dibutuhkan.
Direktur Utama Rumah Umum Zainoel Abidin (RSUDZA) Azharuddin, Kamis (30/8/2018), mengatakan, pihaknya terpaksa membatalkan rencana pengadaan alat kesehatan lantaran gedung pusat layanan kanker terhenti pembangunan. ”Pengadaan alat tidak bisa dilakukan karena tidak ada tempat penyimpanan yang memenuhi standar,” kata Azharuddin.
Pengadaan alat kesehatan dibiayai dana alokasi khusus senilai Rp 60 miliar melalui Kementerian Kesehatan. Alat kesehatan yang akan dibeli radioterapi dan kemoterapi pasien kanker. Namun, setelah dibatalkan, anggaran tersebut dikembalikan ke kementerian. ”Tahun depan belum tentu dana ini akan diberikan kembali,” ujar Azharuddin.
Pembangunan gedung rumah sakit dibiayai APBD Aceh dengan total anggaran mencapai Rp 300 miliar. Namun, pembangunan dilakukan bertahap. Pembangunan dimulai sejak 2017 dengan target Desember 2018 sudah bisa operasi.
Namun, kini pembangunan gedung dihentikan karena perusahaan pemenang tender diputuskan kontrak. Pemutusan kontrak, kata Azharuddin, setelah diketahui bahwa perusahaan tersebut masuk dalam daftar perusahaan bermasalah yang dikeluarkan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP).
Kasus pemutusan kontrak dilakukan dua kali. Pertama, pada 2017 perusahaan pemenang tender diputuskan kontrak karena perusahaan itu bermasalah. Pada 2018 tender kembali dilakukan, tetapi perusahaan pemenang ternyata juga masuk dalam daftar bermasalah.
Azharuddin mengatakan, penentuan pemenang tender pembangunan gedung pusat layanan kanker RSUDZA dilakukan Biro Pengadaan Barang dan Jasa/Unit Layanan Pengadaan Pemprov Aceh. ”Seharusnya panitia tender memverifikasi dengan jeli perusahaan peserta tender,” kata Azharuddin. Pihak rumah sakit tidak berani mengambil risiko melanjutkan pembangunan oleh perusahaan tersebut karena khawatir menimbulkan konsekuensi hukum di kemudian hari.
Pantauan Kompas, pembangunan gedung pusat layanan kanker baru pengerjaan fondasi. Besi-besi fondasi terlihat mulai berkarat dan rumput liat mulai menutupi fondasi. Gedung itu, menurut rencana, dibangun empat tingkat dengan jumlah kamar inap 150 unit.
Azharuddin mengatakan, dalam kasus ini, warga Aceh sangat rugi. Sebab, keberadaan rumah sakit kanker sangat dibutuhkan. Selama ini pasien kanker harus dirujuk ke Sumatera Utara dan Jakarta.
Pelaksana Tugas Kepala Biro Pengadaan Barang dan Jasa/Unit Layanan Pengadaan Pemprov Aceh Irawan Pandu Negara belum dapat dimintai keterangan mengenai proses penentuan pemenang tender pembangunan gedung layanan kanker RSUDZA. Saat didatangi ke kantor yang bersangkutan tidak berada di kantor. Pesan yang dikirimkan ke telepon seluler juga belum dibalas.
Koordinator Children Cancer Care Community (C-Four Aceh) Ratna Eliza mengatakan, terhambatnya pembangunan gedung layanan kanker sangat merugikan publik. Ratna mengatakan, penderita kanker kesulitan berobat karena rumah sakit di Aceh belum memiliki peralatan yang memadai.
Kata Ratna, kasus tersebut menunjukkan pembangunan tidak mengutamakan kepentingan publik, tetapi mementingkan proyek. Ratna berharap pembangunan dan pengadaan alat kesehatan tetap dilanjutkan. (AIN)