MALANG, KOMPAS - Tidak ingin anak-anak melupakan lagu-lagu nasional dan daerah, komunitas musik Arbanat String Ansamble rutin bermusik berbagai lagu nasional dan daerah di depan anak-anak usia sekolah dasar di Malang, Jawa Timur. Aktivitas sukarela itu sudah dilakukan selama 18 tahun. Kegiatan biasanya dilakukan dalam rangkaian ‘Roadshow Agustusan Simfoni Cinta Tanah Air’ di sekolah-sekolah dasar selama perayaan HUT Kemerdekaan RI.
Menariknya, anggota Arbanat String Ansamble tersebut terdiri dari beragam orang. Mulai dari pemusik, guru musik, pembuat alat musik, dokter gigi, dan mahasiswa kedokteran umum. Sebagian dari mereka melakoni aktivitas tersebut sejak SMA.
Rabu (29/8/2018), Arbanat String Ansamble melakukan roadshow Agustusan di SDN Tunjung Sekar 3 Kota Malang, Jawa Timur. Di sana, mereka mengajak siswa kelas 4, 5, 6 untuk menyanyikan lagu-lagu nasional dan daerah. Setidaknya ada 7 lagu nasional dan daerah dinyanyikan bersama-sama saat itu. Mulai dari Indonesia Subur, Serumpun Padi, Indonesia Tetap Merdeka, Gendhing Sriwijaya, Jangi Janger, dan Gemu Fa Mire. Satu lagu ciptaan sendiri turut diperkenalkan yaitu Masa Kecil.
‘Serumpun padi tumbuh di sawah/ Hijau menguning daunnya/Tumbuh di sawah penuh berlumpur/Di pangkuan ibu pertiwi. Serumpun jiwa suci/Hidupnya nista abadi/Serumpun padi mengandung janji/Harapan ibu pertiwi… Suara anak-anak tersebut riuh diiringi gesekan iola, cello, dan juga gitar.
Kelompok musik tersebut didirikan Sugiarto atau Ugik (45) pada tahun 2000. Salah satu agenda rutin mereka adalah tur bermusik gratis dari sekolah dasar (SD) ke SD. Hal itu dilakukan untuk mengenalkan lagu-lagu nasional dan tradisi yang belakangan tergilas lagu-lagu modern kekinian.
Kelompok musik tersebut keanggotannya tidak kaku. Ada di antara mereka keluar setelah memutuskan ingin melakoni kiprah bermusik sendiri. Ada pula pemusik lain bergabung di belakang hari karena merasa cocok dengan kegiatan yang dilakukan Arbanat.
Arbanat String Ansamble yang hadir saat itu antara lain Ugik (solawa/karma wibangga, sebuah alat musik dari relief Borobudur), Lu Image (biola dan erhu), Albert Budianto (violin dan erhu), Nungki Nugroho (violin), Sugeng Hariadi (kajoon), Isa Anshori (sapek), dan Yon Supriyono (suling).
Latar belakang komunitas tersebut pun beragam. Albert adalah mahasiswa kedokteran semester akhir di Universitas Brawijaya Malang. Dahulu ia bergabung dengan Arbanat String Ansamble saat masih SMA. Adapun Lu Image saat ini sudah menjadi seorang dokter gigi. Sedangkan Ugik, adalah guru musik. Lu masih menyempatkan bermusik untuk anak-anak SD di sela-sela pekerjaannya menjadi dokter gigi.
“Saya tidak ingin anak-anak kita hanya kenal lagu-lagu masa kini dan tidak kenal lagu nasional dan tradisi. Bagi saya, sejak kecil, anak-anak kita harus terus dikenalkan dengan lagu-lagu sendiri yang akan memupuk rasa nasionalisme mereka,” kata Ugik Arbanat.
Rata-rata, Arbanat menyasar SD-SD di pinggiran atau pelosok. Alasannya, di SD-SD pelosok tersebut dinilai tidak banyak memiliki hiburan musik selain dari TV atau radio. Dan, rata-rata musik dari radio dan TV saat ini rata-rata adalah lagu-lagu populer kekinian. Sangat jarang ada lagu-lagu kebangsaan dan tradisi diperdengarkan, kecuali pada momen-momen tertentu.
“Saya senang bisa mendengarkan lagu-lagu nasional seperti ini. Ini bisa menambah rasa nasionalisme dan bangga pada Indonesia,” kata Rara, siswa SDN Tunjung Sekar 3.
Lailul Indrawati, guru kelas 6 SDN Tunjung Sekar 3 mengatakan sangat senang ada tur musik bagi siswa didiknya. “Ini membantu anak-anak mengenal lagi lagu-lagu nasional dan daerah. Apalagi sekarang dibudayakan penguatan pendidikan karaktrler anak-anak. Ini bisa membantu membentuk karakter anak bangsa yang mencintai bangsa dan negaranya,” katanya.