SURABAYA, KOMPAS — Balai Besar Karantina Pertanian Surabaya, Jawa Timur, menggagalkan pengiriman 154 burung yang tidak dilengkapi sertifikat kesehatan. Sebanyak 113 ekor di antaranya merupakan jenis cucak hijau dan murai batu yang tergolong satwa dilindungi.
Ke-154 burung tersebut terdiri dari jenis cucak hijau (60 ekor), murai batu (53 ekor), tledekan (38 ekor), dan cucak jenggot (3 ekor). Burung-burung tersebut ditemukan petugas di kolong truk yang berlayar dari Pelabuhan Kumai, Kalimantan Tengah, menuju Surabaya, Senin (27/8/2018).
Kepala Bidang Pengawasan dan Penindakan Balai Besar Karantina Pertanian Surabaya Latifatul Aini, Selasa (28/8/2018), di Surabaya, mengatakan, pihaknya sudah memeriksa sopir truk pembawa burung tersebut. ”Kami masih mengejar pemiliknya,” lanjutnya.
Saat ini, burung-burung tersebut diamankan di Kantor Balai Besar Karantina Pertanian Surabaya. Pemilik diminta melengkapi sertifikat kesehatan sesuai Pasal 6 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1996 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan.
Berdasarkan aturan tersebut, setiap lalu lintas burung dari satu area ke area lain harus dilengkapi dengan sertifikat kesehatan dari daerah asal. Sertifikat itu dikeluarkan Balai Besar Karantina Pertanian setempat untuk diserahkan kepada petugas karantina di tempat tujuan pengiriman hewan tersebut.
”Penahanan burung-burung untuk melindungi unggas di Jatim terhadap flu burung dan penyakit lain yang mungkin diderita burung-burung tersebut,” kata Latifatul.
Pemilik diminta untuk melengkapi persyaratan tersebut dalam waktu tiga hari atau paling lambat Kamis (30/8/2018). Jika pemilik tidak melengkapi dokumen, burung-burung tersebut akan dilepasliarkan ke alam.
Anggota Satuan Reserse Kriminal Polres Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, Brigadir Kepala Hadi Iswanto, mengatakan, jika terbukti memperdagangkan burung cucak hijau dan murai batu, pemilik bisa dijerat dengan pasal pidana.
Sesuai dengan Pasal 40 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, penjualan satwa dilindungi bisa terancam hukuman maksimal 5 tahun penjara dan denda Rp 100 juta.