Kubah Lava Fluktuatif
Pertumbuhan kubah lava di Gunung Merapi menurun. Adapun aktivitas Gunung Anak Krakatau terpantau dengan baik, walaupun satu seismometer rusak terkena lontaran material kawah.
YOGYAKARTA, KOMPAS - Setelah menunjukkan tren peningkatan, laju pertumbuhan kubah lava di Gunung Merapi menurun, Jumat (24/8/2018). Hal itu mengindikasikan pertumbuhan kubah lava gunung api di perbatasan Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah itu masih fluktuatif.
Berdasarkan data Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG), hingga Jumat, volume kubah lava Merapi 26.000 meter kubik, meningkat dibandingkan dengan kondisi Rabu (22/8) yang 18.000 meter kubik. Namun, laju pertumbuhan kubah lava Merapi menurun dari 4.600 meter kubik per hari pada Rabu menjadi 2.600 meter kubik per hari pada Jumat.
”Pertumbuhan kubah lava Merapi masih fluktuatif,” kata Kepala BPPTKG Hanik Humaida, Jumat sore di Yogyakarta.
Laju pertumbuhan kubah lava sangat bergantung pada pasokan magma dari dalam gunung ke permukaan. Saat ini, laju pertumbuhan kubah lava Merapi tergolong rendah, jauh lebih rendah dibanding pertumbuhan kubah lava pada beberapa erupsi sebelumnya. Pada erupsi tahun 1992-2006, rata-rata pertumbuhan kubah lava Merapi mencapai 20.000 meter kubik per hari.
Hanik menyatakan, ada dua kemungkinan terkait pertumbuhan kubah lava Merapi yang muncul sejak 11 Agustus 2018. Pertama, kubah lava terus tumbuh, kemudian runtuh sehingga berpotensi menghasilkan awan panas. Kedua, pertumbuhan kubah lava berhenti sehingga tidak terjadi fenomena yang membahayakan.
Ahli gunung api dari BPPTKG Subandriyo, menuturkan, rendahnya laju pertumbuhan kubah lava Merapi kemungkinan karena rendahnya kandungan gas pada magma. Kondisi itu terjadi karena ada pelepasan gas dari magma yang mendekati permukaan. Pelepasan gas menyebabkan sejumlah erupsi minor di Merapi sejak 11 Mei 2018.
”Magma yang tertinggal sudah miskin gas. Kalau miskin gas, gaya apung magma hilang. Dia bergerak hanya didorong oleh magma dari bawah sehingga pergerakan magma ke permukaan sangat lambat,” kata Subandriyo.
Kepala Bidang Logistik dan Peralatan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jawa Tengah Gembong Purwanto Nugroho mengimbau semua warga untuk waspada. Di sisi lain, warga diminta tetap tenang dan beraktivitas seperti biasa.
Masyarakat diminta untuk mengakses informasi dari sumber-sumber resmi, seperti BPBD dan BPPTKG Yogyakarta.
Di Jawa Tengah, ada 44 desa di tiga kabupaten terletak di kawasan rawan bencana (KRB) III bencana erupsi Gunung Merapi. Total jumlah penduduk di wilayah itu sekitar 131.000 orang.
Kepala Pelaksana BPBD Klaten Bambang Giyanto mengatakan, warga di KRB III Klaten, tetap tenang. BPBD tetap menyiapkan tempat pengungsian, terutama lahan untuk ternak.
Seismometer rusak
Material yang dilontarkan dari kawah Gunung Anak Krakatau, Lampung, merusak satu seismometer. Satu seismometer lain dicuri tahun 2015. Meski demikian, peningkatan aktivitas Anak Krakatau dapat didata dengan baik. Letusan gunung di Selat Sunda itu terjadi akhir Juni 2018.
Menurut Petugas Pos Pengamatan Gunung Anak Krakatau Windi Untung di Desa Pasauran, Kecamatan Cinangka, Kabupaten Serang, Banten, Jumat, seismometer rusak sejak pertengahan Juli 2018. ”Tapi, masih ada dua seismometer lain di Anak Krakatau yang masih berfungsi. Data yang diperoleh dengan satu seismometer pun sebenarnya cukup akurat,” katanya.
Berdasarkan data letusan pada Jumat pukul 06.00-12.00, sebanyak 17 kali dan embusan asap 12 kali dengan tremor terus-menerus. Adapun hari Kamis (23/8), terjadi 61 kali letusan, 24 embusan asap, 18 kali gempa tektonik dangkal.
Pemasangan lebih dari satu seismometer dilakukan untuk menentukan kedalaman gempa. Windi mengatakan, beberapa seismometer dipasang untuk mengantisipasi letusan Anak Krakatau yang sangat besar sehingga dapat merusak alat.
Jika terjadi kerusakan, seismometer lain masih bisa berfungsi. Menurut Windi, salah satu seismometer dipasang di pantai Anak Krakatau. ”Kalau seismometer itu mati, berarti letusan Anak Krakatau amat besar. Perbaikan dan penggantian alat bisa dilakukan saat aktivitas Anak Krakatau menurun,” ujarnya.
Saat ini, lontaran material mengarah ke seismometer yang rusak. Sebab itu, penggantian alat tersebut sangat berisiko. Selain itu, ada lagi satu seismometer yang berfungsi di Pulau Sertung, di sebelah Anak Krakatau.
Di Pos Pengamatan Gunung Anak Krakatau, kata Windi, ada kamera pemantau.
General Manager Tanjung Lesung Beach Hotel and Villa W Widiasmanto di Kabupaten Pandeglang, Banten, mengatakan, wisatawan yang menginap di tempatnya dapat mengamati aktivitas Anak Krakatau. Jaraknya sekitar 60 kilometer. Waktu tempuh dengan kapal paling lama 1,5 jam. (HRS/EGI/BAY)