Cakupan Imunisasi Campak dan Rubella di Sumut Masih Rendah
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
MEDAN, KOMPAS – Program imunisasi massal campak dan rubella (MR) yang telah berjalan sejak 1 Agustus di Sumatera Utara baru mencakup 21 persen target atau sekitar 900.414 anak dari total target selama dua bulan yakni 4,29 juta anak. Target hingga Kamis (23/8/2018) seharusnya sudah mencapai minimal 41 persen. Kendala utama adalah penolakan karena kehalalan dan kejadian ikutan pasca imunisasi.
“Setelah berjalan hampir satu bulan, kami menghadapi penolakan dari masyarakat terutama karena pandangan agama terkait halal tidaknya vaksin MR. Namun, kami optimistis ke depan masyarakat akan lebih bisa menerima setelah Majelis Ulama Indonesia mengeluarkan mubah vaksin MR,” kata Kepala Dinas Kesehatan Sumatera Utara Agustama, di Rumah Sakit Pendidikan Universitas Sumatera Utara, Medan, Kamis (23/8/2018).
Agustama menjelaskan, program vaksinasi massal MR dilakukan oleh pemerintah dengan menargetkan seluruh anak di Indonesia yang berusia 9 bulan sampai 15 tahun yang diperkirakan berjumlah 67 juta jiwa. Imunisasi massal untuk 35 juta anak di Jawa telah sukses dilakukan pada Agustus hingga September 2017. “Imunisasi terhadap 32 juta anak di luar Jawa juga harus kita sukseskan tahun ini,” kata Agustama.
Agustama mengatakan, cakupan imunisasi MR di beberapa kabupaten di Sumut masih sangat rendah. Kabupaten Labuhan Batu bahkan masih belum melakukan imunisasi MR.
Beberapa kabupaten lain cakupan imunisasi MR masih di bawah sembilan persen yakni Kabupaten Mandailing Natal 5,5 persen, Labuhan Batu Selatan 2,38 persen, Kota Tanjung Balai 6,06 persen, dan Padang Sidempuan 8,46 persen. Sementara di Medan baru mencapai 28,6 persen. Cakupan tertinggi dicapai Kabupaten Dairi yang mencapai 59,4 persen dan Humbang Hasundutan 59,29 persen.
Oleh karena itu, lanjut Agustama, pihaknya akan terus melakukan sosialisasi pada masyarakat tentang pentingnya imunisasi MR. Imunisasi itu akan membentuk kekebalan anak terhadap penyakit campak dan rubella. “Jika 95 persen anak di seluruh Indonesia telah mendapat imunisasi MR, maka akan terbentuk kekebalan kelompok. Penyakit rubella pun nantinya bisa dieliminasi dari Indonesia,” kata Agustama.
Agustama menjelaskan, jika virus rubella menyerang anak, gejalanya mirip seperti campak yakni akan terjadi demam dan ruam kulit. Di Indonesia, rubella juga sering disebut campak Jerman. Namun, serangan virus pada ibu hamil sangat berbahaya karena akan menyebabkan sindrom rubella kongenital. Sindrom ini membuat bayi terlahir dengan penyakit jantung bawaan, ketulian, katarak, dan kerusakan jaringan otak.
Menurut Agustama, beberapa penolakan warga juga antara lain disebabkan isu tentang kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) yang menyebabkan anak sakit hingga meninggal dunia. Hingga saat ini, kata Agustama, mereka menerima 12 laporan KIPI, sepuluh di antaranya sudah dinyatakan tidak berkaitan atau tidak disebabkan imunisasi MR. Dua laporan lainnya masih dalam proses pemeriksaan.
Ketua Komite Daerah Pengkajian dan Penanggulangan KIPI Sumut Munar Lubis mengatakan, setiap ada laporan KIPI, pihaknya langsung melakukan kajian mendalam secara independen untuk menentukan apakah suatu kejadian itu disebabkan imunisasi. “Berdasarkan laporan yang kami terima, ada beberapa anak yang sakit atau meninggal dunia setelah diberikan vaksin MR. Namun, hasil uji laboratorium menunjukkan penyakit yang dialami tidak ada kaitannya dengan vaksin MR,” kata Munar. Anak yang dilaporkan meninggal dunia diketahui karena terkena demam berdarah yang dideritanya setelah pemberian vaksin dilakukan.