DENPASAR, KOMPAS – Gugatan yang diajukan wakil masyarakat bersama organisasi lingkungan Greenpeace Indonesia atas Surat Keputusan Gubernur Bali Nomor 660.3/3965/IV-A/DISPMPT tentang Izin Lingkungan Hidup Pembangunan PLTU Celukan Bawang di Buleleng, Bali, kandas di Pengadilan Tata Usaha Negara Denpasar.
Dalam sidang putusannya, Kamis (16/8/2018), majelis hakim di PTUN Denpasar menyatakan tidak dapat menerima gugatan dari perwakilan masyarakat yang merasa dirugikan dan Greenpeace Indonesia. Majelis hakim juga memutuskan pihak penggugat, yakni perwakilan masyarakat dan Greenpeace Indonesia, membayar biaya perkara sebesar Rp 354.500. Hakim memberikan kesempatan penggugat maupun tergugat mengajukan banding atas putusan di PTUN Denpasar itu.
Atas putusan hakim itu, kuasa hukum penggugat I Wayan “Gendo” Suardana menyatakan masih pikir-pikir namun akan mengajukan banding. Sebaliknya, kuasa hukum Gubernur Bali sebagai tergugat dan kuasa hukum PT PLTU Celukan Bawang sebagai tergugat II intervensi langsung menyatakan menerima putusan majelis hakim PTUN Denpasar.
Sebelumnya, pada Januari 2018, perwakilan masyarakat dari Celukan Bawang dan sekitarnya, yakni I Ketut Mangku Wijana, Budi Sufarlan, dan I Putu Gede Astana bersama Greenpeace Indonesia mengajukan gugatan atas SK Gubernur Bali tentang Izin Lingkungan Hidup Pembangunan PLTU Celukan Bawang di Gerokgak, Buleleng.
SK Gubernur Bali tersebut digugat, karena proyek pembangkit listrik berbahan bakar batubara di Celukan Bawang itu dipandang berpotensi menimbulkan kerusakan lingkungan sehingga merugikan kepentingan masyarakat yang diwakili penggugat. Penggugat juga beralasan proyek pembangunan PLTU Celukan Bawang tidak sesuai rencana usaha penyediaan tenaga listrik nasional.
Majelis hakim yang diketuai AK Setiyono berpendapat dalil-dalil penggugat tidak dapat diterima. Menurut majelis hakim, kerugian yang didalilkan penggugat masih perkiraan atau asumsi karena belum ada bukti dampak atau kerugian yang nyata.
Putusan hakim PTUN Denpasar itu disambut teriakan “hidup hakim” dari arah deretan pengunjung di ruang sidang. Sementara itu, di luar ruang sidang, kelompok lainnya, yakni dari Solidaritas Rakyat Tolak PLTU, menyatakan putusan hakim di PTUN Denpasar itu bukan menjadi akhir karena masih ada proses banding.