Masalah Perjokian Diserahkan Kembali kepada Universitas
Oleh
Nino Citra Anugrahanto
·3 menit baca
SLEMAN, KOMPAS — Masalah untuk penindaklanjutan kasus perjokian yang terjadi dalam ujian masuk perguruan tinggi diserahkan kembali kepada universitas sebagai pihak yang mengadakan tes tersebut. Kasus perjokian seakan menjadi persoalan yang tak kunjung usai karena terus berulang terjadi.
Kejadian terakhir, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) melaporkan seorang joki ke pihak kepolisian, Jumat (3/8/2018). Joki tersebut diketahui berinisial BNP (19). Ia ditangkap dalam ujian masuk gelombang keempat tahap kedua fakultas kedokteran karena terdapat identitas yang berbeda saat dilakukan pemindaian jari (Kompas, 4/8/2018).
Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta juga mendapati sembilan calon mahasiswa yang bertindak curang dalam ujian masuk gelombang ketiga fakultas kedokteran, Senin (30/7/2018). Mereka dikendalikan oleh joki berteknologi tinggi. Para peserta ujian itu dipasangi alat bantu dengar serta pemindai soal berupa kamera telepon seluler yang dipasang di jaket dan dikendalikan dari jarak jauh.
Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi M Nasir mengatakan, adanya kecurangan-kecurangan dalam ujian masuk perguruan tinggi itu menjadi tanggung jawab dari rektor di setiap universitas. ”Kalau ada di perguruan tinggi itu rektor yang membuat aturan,” kata Nasir di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gadjah Mada, Sleman, Sabtu (4/8/2018).
Nasir menambahkan, universitas juga telah diberikan otonomi untuk mengatur kelembagaannya sendiri. Hal tersebut diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi dan Pengelolaan Perguruan Tinggi.
”Kami tidak mengatur hal itu (penindakan joki). Urusan itu sudah menjadi otonomi kampus. Kalau ada fraud di bidang akademi publikasi, baru kami ikut mengurusnya,” kata Nasir saat ditanyai apakah calon mahasiswa yang menggunakan jasa joki akan dimasukkan ”daftar hitam” atau tidak.
Rektor UGM Panut Mulyono menyatakan, praktik perjokian itu mencederai kerja intelektual yang dilakukan oleh para akademisi di universitas. Pihak kampus telah menetapkan kode etik bagi mahasiswanya, termasuk salah satunya melarang mahasiswa untuk menjadi joki. Begitu pula sebaliknya, melarang calon mahasiswa menggunakan jasa joki dalam ujian masuk.
”Ketika mahasiswa melakukan pelanggaran kode etik, dalam bentuk menjadi joki atau dia masuknya menggunakan joki, kalau terbukti, otomatis kami keluarkan. UGM berpegangan pada kode etik untuk menghukum mahasiswanya. Ada hukuman ringan, sedang, dan berat,” kata Panut.
Panut menyatakan, pihaknya sepakat agar setiap kampus berkoordinasi mencegah terjadinya praktik joki. Ia mengungkapkan, universitas akan kooperatif untuk menyingkap praktik perjokian yang masih terjadi itu.
”Kalau secara keseluruhan mau dibongkar, itu membutuhkan keinginan bersama dari kampus-kampus lainnya. Kami setuju praktik buruk itu dicegah. Namun, bukan kapasitas kami karena pemalsuan identitas termasuk tindak kriminal. Kami akan sangat kooperatif,” kata Panut.
Secara terpisah, Kepala Biro Admisi UMY Siti Dyah Handayani mengungkapkan, para siswa yang kedapatan menggunakan jasa joki itu akan langsung dimasukkan ke ”daftar hitam” di universitas tersebut. Dengan demikian, mereka tidak akan diterima di fakultas mana pun di universitas tersebut.
Hal serupa diungkapkan oleh Kepala Akademik dan Admisi Universitas Ahmad Dahlan Wahyu Widyaningsih. Pintu bagi mahasiswa yang hendak berkuliah di universitas tersebut telah tertutup karena perbuatan curang yang mereka lakukan.