JAYAPURA, KOMPAS S- ebanyak 135 rumah dengan tipe 36 yang dibangun di Kabupaten Merauke, Papua, awal 2016, dengan dana Rp 36 miliar, hingga kini belum tuntas. Bahkan, proyek yang masuk program Sejuta Rumah dari pemerintah pusat itu terindikasi korupsi. Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi Papua mendesak pemerintah menuntaskan program tersebut karena 135 rumah tersebut sangat dibutuhkan masyarakat setempat.
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi Papua Komisi IV, Thomas Sondegau, di Jayapura, Papua, Rabu (1/8/2018), mengatakan, ke-153 unit itu meliputi 70 unit dibangun di Distrik Sota dan 65 unit di Kampung Onggari, Kabupaten Merauke. Proyek itu ditangani Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Karena itu, dia meminta Kementerian PUPR segera menuntaskan proyek itu. Sebab, program tersebut merupakan perwujudan Nawacita yang dicanangkan pemerintah pusat untuk masyarakat Papua yang tidak memiliki rumah yang layak.
”Kementerian PUPR harus bertanggung jawab untuk menyelesaikan proyek itu. Apabila terdapat kendala, mereka harus menggandeng berbagai pihak untuk menyelesaikan masalah tersebut,” kata Thomas.
Terkait dugaan penyimpangan, dia meminta aparat penegak hukum segera mengungkap dugaan kasus penyalahgunaan anggaran dalam pembangunan 135 rumah di kedua lokasi tersebut. ”Penyelesaian kasus hukum penting agar ada efek jera,” katanya.
Sejauh ini penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Papua telah mendapatkan data potensi kerugian negara sebesar Rp 700 juta terkait proyek pembangunan 70 rumah di Kampung Onggari. Hal ini berdasarkan risalah hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Papua.
Adapun anggaran yang dikucurkan Kementerian PUPR untuk pembangunan 135 rumah di Merauke pada tahun anggaran 2016 itu senilai Rp 36 miliar. Indikasi korupsi adalah pembangunan proyek yang belum terselesaikan sesuai jadwal pada akhir tahun 2016 dan penggunaan tenaga subkontraktor dalam tender.
Empat orang telah diperiksa penyidik. Mereka adalah pihak Kementerian PUPR dan kontraktor. ”Sejauh ini kami belum tetapkan tersangka kasus tersebut. Kami masih pengumpulan barang bukti,” ujar Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Papua Komisaris Besar Edi Swasono.
Ketua Komisi V DPR Fary Djemy Francis mengaku telah mendapatkan informasi terkait proyek itu. ”Kami telah menerjunkan tim ke sana untuk melihat proyek ini. Kementerian PUPR harus menyelesaikan tanggung jawabnya,” kata Fary. (FLO)