BANDA ACEH, KOMPAS — Peredaran rokok ilegal di Aceh masih marak. Dalam dua bulan terakhir, Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Aceh menyita 390,505 batang rokok ilegal dengan potensi ekonomi lebih dari Rp 156 juta.
Kepala Kantor Wilayah Bea dan Cukai Aceh Agus Yulianto dalam konferensi pers, Selasa (10/7/2018) di Banda Aceh, mengatakan, rokok ilegal yang disita merupakan hasil operasi di wilayah Lhokseumawe dan Meulaboh, Aceh Barat. Rokok berbagai merek itu disita di kios-kios dan gudang.
”Rokok ilegal ini tidak memenuhi standar produksi sehingga sangat buruk bagi kesehatan. Selain itu, rokok ilegal tidak membayar cukai sehingga merugikan negara,” ujar Agus.
Roko yang disita itu semua produksi dalam negeri di Pulau Jawa. Dari kemasannya, rokok ilegal itu hampir mirip seperti rokok legal yang beredar di pasaran. Akan tetapi, lanjut Agus, rokok ilegal tidak menggunakan pita cukai. Meski sebagian menggunakan pita cukai, pitanya palsu atau bekas.
”Biasanya rokok ilegal ini banyak beredar di pedesaan, mungkin karena harganya lebih murah sehingga ada pembeli,” ucap Agus.
Ia menambahkan, cukai rokok merupakan salah satu pendapatan negara yang masuk dalam APBN. Oleh sebab itu, ketika banyak rokok ilegal beredar di pasaran, hal itu akan merugikan pabrik rokok legal dan memengaruhi pendapatan negara dari cukai rokok.
Rokok ilegal masuk ke Aceh melalui jalur darat. Setelah diterima oleh distributor, rokok tersebut barulah disebar ke warung-warung di pedesaan. Di kawasan barat Aceh, seperti Kabupaten Nagan Raya, Aceh Barat, dan Aceh Barat Daya, rokok ilegal itu mudah ditemui.
Agus mengatakan, operasi rokok ilegal akan digalakkan. Menurut dia, pencegahan peredaran rokok ilegal selain menghindari potensi kerugian negara juga untuk melindungi warga dari ancaman penyakit yang dipicu oleh rokok tersebut.