KUPANG, KOMPAS - Lontar hibrida dikembangkan di Kabupaten Sabu Raijua, Nusa Tenggara Timur. Lontar jenis ini memiliki ketinggian 3 meter-4 meter dan akan mempermudah petani penyadap mengambil nira ataupun buah lontar. Nira lontar tengah dikembangkan untuk dodol, sirop, steik, dan pia lontar. Lontar hibrida mempermudah semua orang Sabu untuk menyadap.
Prof Ir Nyoman Mahayasa, peneliti dari Fakultas Pertanian Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang, di Kupang, Senin (9/7/2018), mengatakan, lontar merupakan sumber hidup masyarakat Sabu Raijua dan Rote Ndao. Sekitar 80 persen warga di dua kabupaten itu memiliki tradisi menyadap nira lontar sejak nenek moyang.
”Di sana, lontar sebagai salah satu makanan pokok di samping nasi, jagung, dan umbi-umbian. Tetapi, ketinggian sebagian besar pohon lontar di daerah itu sampai 25 meter, makin sulit dipanjat dan berisiko bagi keselamatan,” kata Mahayasa.
Undana bersama tim peneliti dari Balai Penelitian dan Pengembangan Kelapa Sulawesi Utara sejak 2015 meneliti dan mengembangbiakkan lontar hibrida di Sabu Raijua atas permintaan pemkab setempat. Jenis lontar terendah disilangkan dengan lontar terendah lain untuk mendapatkan jenis paling rendah dengan produksi yang lebat dan berkualitas. Selama hampir tiga tahun itu, tim peneliti berhasil mendapatkan lontar hibrida dengan ketinggian 3 meter-4 meter dari permukaan tanah. Waktu produksi pun lebih cepat, yakni usia tiga tahun. Selama ini, pohon lontar yang ada baru produksi pada usia tujuh tahun.
Saat ini dihasilkan sekitar 100 batang lontar hasil persilangan dengan ketinggian 3 meter-4 meter di tiga kecamatan di Sabu Raijua. Lontar hasil persilangan ini sudah berbuah dan sedang dibudidayakan untuk mendapatkan bibit baru, dikembangbiakkan di seluruh Sabu Raijua.
Lontar diminum atau dimasak menjadi gula jawa dan gula air (mirip madu). Sejak 2010, Mahayasa mengembangkan nira lontar menjadi dodol, kue tar, sirop, steik, dan sejenisnya.
Wakil Bupati Sabu Raijua Niko Rihi Heke mengatakan, jika lontar makin pendek, semua orang bisa menyadap. Mereka tidak perlu memanjat, cukup menggunakan tangga ukuran 3 meter-4 meter sudah bisa menyadap nira atau panen buah.
”Jumlah pohon lontar saat ini di Sabu sekitar 300.000 batang, sekitar 200.000 batang sudah dipanen, sisa 100.000 batang dalam proses pertumbuhan. Kami budidayakan lontar hibrida untuk menggantikan lontar-lontar ini,” tutur Heke. Produksi nira lontar hibrida bisa mencapai 12 liter per pohon. (KOR)