Jaringan Pengepul Kepiting Bertelur Belum Bisa Dibongkar
BALIKPAPAN, KOMPAS — Pengangkutan kepiting bertelur secara ilegal dari Kalimantan Timur melalui jalur darat ke Kalimantan Barat ataupun Kalimantan Utara yang dua tahun ini marak masih sulit dicegah.
Jaringan pengepul kepiting yang beroperasi lintas provinsi di Kalimantan ini juga belum bisa dibongkar.
Kepala Balai Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) Balikpapan Sab Lestiawan, Senin (2/7/2018), mengatakan, banyak pihak terlibat dalam bisnis ini.
Polisi terus rutin merazia dan menangkap pelaku. Namun, mereka biasanya kurir, sopir pengangkut kepiting yang bertugas mengambil kepiting, tanpa kenal siapa yang menyuruh.
Awal Juni lalu, jajaran Polisi Perairan Polda Kaltim menggagalkan pengangkutan ilegal 450 kepiting bertelur (atau sekitar 150 kilogram), dan menangkap dua orang, yakni BER dan URG.
Mereka mengendarai minibus dengan mengangkut kepiting dari Balikpapan ke Pontianak. Polisi meringkus mereka di daerah Samboja, Kutai Kartanegara, Kaltim.
Keduanya mengaku tinggal mengangkut kepiting yang sudah dikemas di daerah Manggar, Balikpapan. Order hanya via telepon dan upah dibayar jika kepiting sudah sampai Pontianak, yang berjarak 1.620 kilometer. Orang yang mereka temui di Manggar juga tidak dikenal.
Menurut Sab Lestiawan, petugas sudah mengantongi satu nama yang berdomisili di Pontianak. Namun, komunikasi masih buntu meski orang itu sudah bisa dikontak.
Dia menduga orang itu pengepul karena setelah kepiting sampai ke tangannya, masih akan dibawa lagi ke Kuching, Malaysia, melintasi jalur tidak resmi di perbatasan Indonesia-Malaysia, wilayah Kalbar.
”Kami tidak bisa ketemu orang itu. Pontianak sudah di luar wilayah kami. Kasus ini perlu juga dukungan dari daerah lain,” ujar Sab Lestiawan.
Pengangkutan kepiting bertelur secara ilegal melalui jalur darat dari Balikpapan, Kaltim ke Kalbar, juga dari Balikpapan ke Kaltara, marak tiga tahun terakhir. Pekan lalu, Polair Polda kembali meringkus satu orang, ERM, di Samboja. ERM membawa 9 kolo berisi 810 kepiting bertelur, dari Balikpapan ke Tanjung Selor (Kaltara), yang berarti dia akan menempuh jarak 700-an km.
Kasubdit Penegakan Hukum Polair Polda Kaltim Komisaris Harun Purwoko mengatakan, dua kasus ini modusnya serupa. ERM mengaku disuruh seseorang untuk mengangkut kepiting. Mereka cukup menemui orang itu dan tinggal mengangkut kepiting yang sudah dikemas rapi.
”Mereka ambil kepiting di daerah Manggar (Balikpapan) dari seseorang yang juga tidak dikenal. Kami belum tahu kepiting-kepiting tersebut berasal dari mana dan dari siapa. Mereka (sopir) ini hanya terima pesanan melalui telepon lalu dapat upah,” kata Harun.
Mereka, kata Harun, tidak hanya mengambil kepiting dari satu lokasi, tetapi beberapa lokasi. Artinya, ketika sampai tujuan, Tanjung Selor, (ataupun Pontianak), mobil akan penuh terisi muatan kepiting. Dari Tanjung Selor, kepiting dibawa lagi menuju perbatasan. Namun, Malaysia bukan tujuan akhir karena biasanya kepiting dibawa lagi ke luar Malaysia.
Mengacu Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 18 Tahun 2015, kepiting yang beratnya kurang dari 200 gram tidak boleh ditangkap. Demikian juga kepiting betina bertelur, atas pertimbangan pelestarian. Namun, untuk penangkapan kepiting bertelur ada sedikit toleransi karena dibolehkan pada 15 Desember 2017-5 Februari 2018.
Aturan itu berdampak luas. Pengiriman kepiting, terutama melewati bandara dan pelabuhan, semakin diperketat. Satu-satunya celah adalah melalui darat sehingga kepiting pun diangkut beratus kilometer lalu dibawa melintasi perbatasan dengan jalur tidak resmi. Malaysia sebenarnya hanya tempat transit kepiting karena dibawa keluar lagi dari Malaysia ke beberapa negara.