Pemerintah Kota Surabaya terus bergerak mencegah hal-hal yang tidak diinginkan terjadi di kota dengan penduduk 3,3 juta jiwa ini, termasuk terorisme dan radikalisme. Untuk mengantisipasi berulangnya aksi terorisme, Pemerintah Kota Surabaya mengumpulkan Ibu Pemantau Jentik (Bumantik) di Gedung Sawunggaling, Surabaya, Rabu (30/5/2018), dengan satu tujuan kelompok ini juga wajib mewaspadai segala kemungkinan adanya gangguan keamanan di wilayahnya.
Pada kesempatan itu, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini menjelaskan alasan mengumpulkan Bumantik, setelah setiap malam pascabom melanda Surabaya pada 13 dan 14 Mei 2018, bertemu seluruh rukun tetangga (RT dan rukun warga (RW) di 31 kecamatan secara bergiliran. Dalam beberapa kali pertemuan dengan ketua RT dan RW kata Risma, ada yang mengusulkan untuk melibatkan Bumantik dalam mencegah bahaya terorisme di Kota Surabaya.
“Panjenengan atau kalian tidak harus seperti Densus. Saya minta menjadi mata untuk mencegah terorisme. Ini penting karena kalau bergandeng tangan, saya yakin itu bisa dicegah,” kata Risma dalam sambutannya.
Bukan hanya tangan, kaki dan pikiran, tapi mata dan mulut juga bisa berkontribusi. Kalau Bumantik ini bisa diperankan betul, maka saya yakin bisa menjadi informan pertama dalam pencegahan terorisme karena bisa masuk ke rumah-rumah warga. Jadi, saya minta tolong jadi informan.
Menurut Risma, polisi di Surabaya hanya sekitar 3.000 personil, tentara 600 personil dan pegawai Pemkot Surabaya seluruhnya 4.000 orang. Sementara penduduk mencapai 3,3 juta jiwa, untuk itu butuh peran dan dukungan dari semua pihak untuk mencegah bahaya terorisme itu.
“Bukan hanya tangan, kaki dan pikiran, tapi mata dan mulut juga bisa berkontribusi. Kalau Bumantik ini bisa diperankan betul, maka saya yakin bisa menjadi informan pertama dalam pencegahan terorisme karena bisa masuk ke rumah-rumah warga. Jadi, saya minta tolong jadi informan,” kata dia.
Wali Kota Risma menjelaskan, ketika Bumantik masuk ke rumah-rumah warga untuk memeriksa jentik-jentik nyamuk di kamar mandi, maka tidak ada salahnya melirik-lirik isi rumah warga. Salah satu contohnya apabila di dalam rumah itu tidak ada kompornya, kemungkinan jika itu teroris, maka sengaja tidak membawa bahan-bahan yang panas ke dalam rumahnya supaya bahan peledak yang telah dipersiapkan tidak meledak di dalam rumahnya.
“Pokoknya, kalau ada sesuatu yang mencurigakan ketika masuk ke dalam rumah warga, maka itu harus dilaporkan kepada Pak RT. Paling utama laporannya itu adalah alamat rumah warga itu,” ujarnya.
Setelah laporan kepada ketua RT, maka tugas Bumantik sudah selesai. Selanjutnya, tinggal Ketua RT akan melaporkan kepada jajaran Pemkot Surabaya melalui aplikasi Sipandu. “Hal ini penting karena ini teroris merupakan musuh bersama,” kata Risma menegaskan.
Selain itu, apabila Bumantik menemukan rumah warga yang ketika diketuk pintunya tidak boleh masuk atau ketika diketok pintunya tidak keluar-keluar rumah, maka hal itu juga perlu dilaporkan kepada Ketua RT. “Tolong dilaporkan supaya kami tahu, karena kalau tidak tahu, kami sulit untuk mendeteksinya, terutama di perumahan dan kawasan baru yang rumah satu dengan yang lain masih berjauhan,” imbuhnya.
Wali kota perempuan pertama di Kota Surabaya itu menjelaskan bahwa semua pontensi di Surabaya dikerahkan untuk mencegah bahaya terorisme, mulai dari RT/RW/Kepala Sekolah, takmir masjid, guru agama dan berbagai elemen lainnya. “Habis ini saya masih berencana untuk mengumpulkan para rektor seluruh perguruan tinggi negeri maupun swasta setelah kepala sekolah serta guru SD dan SMP,” katanya.
Semua elemen itu, kata dia, sama-sama diajak untuk melakukan deteksi dini pencegahan terorisme di Surabaya. Hal ini sangat penting karena dia tidak ingin kejadian serupa terjadi di Surabaya, sehingga Risma berkali-kali meminta tolong kepada Bumantik untuk memberikan informasi hal-hal yang mencurigakan. “Semakin banyak dan cepat informasi yang kami dalam hal ini pemkot peroleh, maka semakin bagus pula bagi kami untuk mengantisipasinya. Jadi, saya benar-benar nyuwun tulung,” pungkas Risma.