Sudah delapan tahun penanganan bencana letusan Gunung Sinabung, tetapi belum juga tuntas. Pemerintah Kabupaten Karo dinilai tidak serius mengurusi korban.
KABANJAHE, KOMPAS Penanganan bencana letusan Gunung Sinabung di Kabupaten Karo, Sumatera Utara, yang sudah delapan tahun, jalan di tempat. Relokasi pengungsi yang sudah dilakukan dua tahap masih bermasalah. Relokasi tahap ketiga belum jelas. Pemerintah Kabupaten Karo dinilai tidak serius menangani bencana tersebut.
”Saya bingung, penanganan bencana letusan Gunung Sinabung sudah delapan tahun dan menghabiskan dana Rp 1 triliun. Pak Bupati Karo Terkelin Brahmana, tolong dipercepat penanganan ini. Ini selalu janji tinggal janji,” kata Wakil Gubernur Sumut Nurhajizah Marpaung dalam nada tinggi saat Musyawarah Penanganan Bencana Letusan Gunung Sinabung di Kantor Bupati Karo, Rabu (23/5/2018).
Hadir anggota DPD Parlindungan Purba, Pelaksana Tugas Deputi Bidang Penanganan Darurat BNPB Yolak Dalimunthe, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Abetnego Tarigan, serta sekitar 150 warga dan kepala desa dari wilayah terdampak bencana Sinabung.
Nurhajizah mengatakan, Presiden Joko Widodo meminta agar relokasi pengungsi bencana Gunung Sinabung selesai paling lama akhir 2018. Pemkab Karo harus menjadi ujung tombak penanganan bencana. Pemerintah Provinsi Sumut dan pemerintah pusat akan melakukan pendampingan dan membantu pembiayaan. ”Selama ini, Pemkab Karo hanya melaporkan data dalam setiap rapat tanpa ada kemajuan,” kata Nurhajizah.
Terkelin menjelaskan, masalah utama dalam penanganan bencana Gunung Sinabung adalah relokasi pengungsi yang berkepanjangan. Dalam relokasi tahap pertama, 370 keluarga dari Desa Sukameriah, Simacem, dan Bekarah telah direlokasi ke hunian tetap di Siosar pada 2015. Belakangan, ada 103 keluarga dan 22 keluarga dari desa yang sama menuntut relokasi ke Siosar. Relokasi untuk 103 keluarga ini akhirnya diambil alih Pemprov Sumut dan saat ini dalam tahap persiapan pembangunan hunian tetap. Namun, 22 keluarga lainnya belum ada kejelasan.
Relokasi tahap kedua dilakukan secara mandiri bagi 1.682 keluarga yang berasal dari Desa Gurukinayan, Berastepu, Gamber, dan Kutatonggal. Relokasi ini seharusnya selesai pada Desember 2016, tetapi hingga kini belum tuntas. Pemerintah membantu Rp 59,4 juta per rumah dan tapak serta Rp 50,6 juta untuk lahan pertanian. Belakangan, ada 30 keluarga lagi yang menuntut relokasi.
Saat ini, Pemkab Karo tengah menyiapkan relokasi tahap ketiga untuk 1.038 keluarga, juga di Siosar. Pemkab Karo masih memverifikasi data warga. Selain itu, ada 1.078 keluarga pengungsi yang hanya dievakuasi sementara. Sebanyak 310 keluarga di antaranya tinggal di hunian sementara yang dibangun pemerintah. Sisanya mendapat bantuan uang sewa rumah. ”Kami tidak tahu sampai kapan mereka tinggal di sana,” ujar Terkelin.
Menurut Kepala Desa Berastepu Gemuk Sitepu, dalam relokasi tahap kedua banyak warga yang hanya menerima uang bantuan, tetapi tidak membeli rumah dan lahan pertanian. ”Mereka membuat surat jual-beli lahan dan rumah fiktif agar bantuan Rp 110 juta bisa cair. Mengapa Pemkab Karo seolah tutup mata melihat masalah ini?” katanya.
Abetnego meminta Pemkab Karo mengonsolidasikan seluruh kekuatan, baik pemda, pemerintah pusat, organisasi sipil, maupun swasta, untuk membantu penanganan Sinabung.