Dosen Penyebar Intoleransi dan Radikalisme Akan Dipecat
Oleh
Abdullah Fikri Ashri
·2 menit baca
CIREBON, KOMPAS - Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Mohammad Nasir menegaskan, dosen penyebar intoleransi dan paham radikal akan dipecat. Kampus seharusnya menjadi gerbang utama untuk menangkal intoleransi dan radikalisme yang tidak sesuai dengan ideologi Pancasila.
“Dunia pendidikan tinggi tidak boleh terjadi intoleransi dan radikalisme. Kami melarang keras,” ujar Nasir di Kota Cirebon, Jawa Barat, Jumat (18/5/2018). Pernyataan tersebut disampaikan terkait rentetan teror yang terjadi di Surabaya, Jawa Timur dan Pekanbaru, Kepulauan Riau dala sepekan terakhir.
Menurut Nasir, indikasi dosen yang menyebar intoleransi dan radikalisme antara lain mengajak siapa saja untuk tidak patuh pada konstitusi bahkan tidak mengakui NKRI. “Kalau ada dosen (yang menyebar intoleransi dan radikalisme), kami minta dia memilih, apakah bergabung pada NKRI dengan ideologi Pancasila atau keluar dari PNS (pegawai negeri sipil),” tegasnya.
Untuk itu, pihaknya telah memanggil para rektor dan direktur politeknik seluruh Indonesia agar mengawasi kegiatan dalam kampus yang mengakibatkan intoleransi dan radikalisme. Pegawasan, lanjutnya, jalan terus di kampus seluruh Indonesia. Surat edaran terkait larangan intoleransi dan radikalisme juga sudah disebarkan.
Dia mengakui, ada kampus yang terlibat pergerakan radikalisme namun jumlahnya sangat kecil. “Ada kampus yang terlibat. Dari total 4.579 kampus, hanya satu, dua, tiga. Sangat sedikit,” ujar Nasir yang enggan menyebutkan lokasi dan nama kampus tersebut.
Dia juga telah meminta rektor untuk menonaktifkan jabatan dosen yang terlibat intoleransi dan radikalisme. Rektor, lanjutnya, juga turut bertanggungjawab.
Kemunculan benih radikalisme dan intoleransi di kampus, lanjutnya, telah dimulai sejak 1983, ketika penerapan kebijakan normalisasi kampus. Ketika kegiatan mahasiswa tidak dibolehkan saat itu, kelompok radikal mulai masuk ke kampus.
Dalam ceramah umum “Meneguhkan Peran Serta Perguruan Tinggi Nahdlatul Ulama dalam Menangkal Radikalisme dan Terorisme untuk Memperkokoh NKRI” di Kampus Universitas Wahid Hasyim, Semarang, Jawa Tengah, Sabtu (28/4/2018), Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Budi Gunawan juga mengonfirmasi tumbuhnya radikalisme di kampus.
Hasil survei BIN pada 2017, 39 persen mahasiswa telah terpapar paham- paham radikal. Riset BIN pada 2017 juga menunjukkan kekhawatiran lain, yakni 24 persen mahasiswa dan 23,3 persen pelajar SMA setuju dengan jihad untuk tegaknya negara Islam atau khilafah. (Kompas, 30/4/2018).