Pembangunan yang direncanakan lewat musrenbang desa harus mengakomodasi kebutuhan seluruh warga. Kepemimpinan kepala desa menjadi penting untuk mewujudkannya.
SEMARANG, KOMPAS Kepemimpinan kepala desa penting untuk menginisiasi pembangunan wilayah. Selama ini, di sejumlah daerah, termasuk di Jawa Tengah, musyawarah perencanaan pembangunan atau musrenbang desa belum benar-benar dimanfaatkan untuk menyuarakan kebutuhan pembangunan desa.
Kepala Bidang Pemberdayaan Masyarakat Desa, Dinas Pemberdayaan Masyarakat, Desa, Kependudukan, dan Pencatatan Sipil Jateng, Nadi Santoso, di Kota Semarang, Senin (14/5/2018), mengatakan, kerap kali, yang hadir hanya elite desa. Kebutuhan seluruh lapisan masyarakat desa belum terakomodasi.
Nadi mendorong semua kelompok masyarakat di desa terlibat. ”Di samping kesadaran masyarakat desa, kepemimpinan kepala desa juga menentukan. Kepala desa harus terbuka dan mengajak warga menyuarakan kebutuhan desa,” katanya.
Nadi mencontohkan, penggunaan dana desa kebanyakan terfokus pada pembangunan infrastruktur fisik. Padahal, mungkin ada kebutuhan lain, misalnya terkait pendidikan atau penyandang disabilitas, tak mengemuka.
Nadi mendorong, antara lain, lewat kader pemberdayaan masyarakat desa yang memberikan advokasi ke masyarakat. ”Namun, yang menentukan tetap masyarakat sendiri. Kepala desa harus mengayomi warga untuk berani bersuara terkait kebutuhannya di desa,” ujarnya.
Kepala Desa Banjarsari, Kecamatan Gabus, Kabupaten Pati, Edi Margiyono mengatakan, pihaknya melakukan pendekatan partisipatif kontributif untuk meningkatkan kepedulian warga. Kepada warga, ia menjelaskan, dana desa bisa dimanfaatkan untuk pembangunan dan masyarakat harus terlibat.
Kepala Desa Kaliputih, Kecamatan Singorojo, Kabupaten Kendal, Suyoto menuturkan, pihaknya mendorong keterlibatan masyarakat dengan menyosialisasikan kegiatan desa.
Dana desa
Pada 2018, pemerintah pusat menggelontorkan dana desa Rp 6,7 triliun untuk 7.809 desa di Jateng. Angka itu meningkat dari 2017 yang Rp 6,3 triliun. Per desa mendapat sekitar Rp 800 juta.
Nadi mengemukakan, selama ini pemanfaatan dana desa untuk infrastruktur fisik lebih dominan karena perencanaan dan surat pertanggungjawaban cenderung sederhana. Selain itu, hasilnya langsung dimanfaatkan warga. Misalnya, jalan desa.
Sedangkan perencanaan dan pelaksanaan untuk pemberdayaan masyarakat berupa peningkatan kapasitas dan kapabilitas cenderung lebih rumit. ”Misalnya, harus membuat kurikulum pelatihan dan mencari narasumber. Hasilnya tidak langsung terlihat,” ujar Nadi. Sejauh ini, baru 6 persen dana desa digunakan untuk pemberdayaan masyarakat.
Menurut Nadi, pemanfaatan dana desa yang sedang tren adalah pengembangan badan usaha milik desa (BUMDes). Dengan itu potensi desa tergali dengan pengelolaan keuangan mandiri.
”Dengan BUMDes, perekonomian desa dapat digerakkan. Modal dan keuntungan kembali ke desa dan dapat dimanfaatkan untuk pembangunan. Sudah banyak desa mengelola BUMDes dengan baik, seperti di Kecamatan Borobudur (Kabupaten Magelang) dan Kecamatan Pulosari (Pemalang),” ujar Nadi.
Ingkari hak desa
Pada hari yang sama, di Jakarta, Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan, Kementerian Keuangan, Boediarso Teguh Widodo menyatakan, hingga 4 Mei, ada 345 daerah dari 434 daerah penerima dana desa yang telah mengalokasikan alokasi dana desa (ADD) 10 persen dari dana alokasi umum (DAU) dan dana bagi hasil (DBH). Sedangkan 89 daerah lain mengalokasikan ADD di bawah ketentuan.
”Kementerian Keuangan akan segera menyampaikan surat peringatan ke daerah yang belum memenuhi ketentuan,” katanya.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, pemerintah daerah wajib mengalokasikan ADD paling sedikit 10 persen dari DAU dan DBH yang diterima dari pusat. Jika tidak memenuhi ketentuan, Menteri Keuangan bisa melakukan penundaan dan/atau pemotongan DAU dan/atau DBH kabupaten/kota bersangkutan.
Menurut Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah Robert Endi Jaweng, ADD adalah hak desa dan pengelolaannya diserahkan sepenuhnya ke desa. Namun, sering kali program atau proyek yang dibiayai ADD ditentukan pemerintah kabupaten/kota.