Perusahaan Kerja Sama BUMN-Swasta Menambang Tanpa Izin di Kawasan Konservasi
Oleh
ZULKARNAINI
·2 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS — Kepolisian Daerah Aceh menetapkan lima tersangka dalam kasus dugaan perusakan hutan konservasi Taman Buru Lingga Isaq di Kabupaten Aceh Tengah, Provinsi Aceh. Tersangka melakukan penggalian kategori C di dalam kawasan hutan tanpa izin dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Aceh Komisaris Besar Erwin Zadma, di Banda Aceh, Rabu (9/5/2018), mengatakan, kelima tersangka itu adalah ES sebagai Ketua Komite Manajemen PT Nindya-Cipuga, FR sebagai Direktur PT Cipuga Perkasa serta staf di PT Nindya-Cipuga, yakni AR, NR, dan FY.
Tersangka melakukan galian C di dalam kawasan hutan tanpa izin dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Erwin mengatakan, galian C dilakukan PT Nindya Karya-Cipuga yang merupakan perusahaan kerja sama operasional antara PT Nindya Karya dan PT Cipuga Perkasa. PT Nindya Karya merupakan badan usaha milik negara (BUMN), sedangkan PT Cipuga Perkasa merupakan perusahaan milik FR, warga Aceh. Kedua perusahaan itu merupakan pelaksana pembangunan jalan di Kecamatan Linge, Kabupaten Aceh Tengah. Adapun anggaran pembangunan bersumber dari APBN.
Erwin menuturkan, material tanah dan bebatuan untuk pengerasan jalan diambil dari dalam kawasan konservasi. Galian C di dalam kawasan dan tanpa izin melanggar Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara serta Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.
Kasus ini mulai ditangani sejak awal April 2018, tetapi para tersangka baru ditahan pada Senin (7/5/2018). ”Beberapa kali dikirim surat pemanggilan, tersangka tidak datang,” kata Erwin.
Kepolisian telah memeriksa 20 saksi. Kemungkinan besar, lanjut Erwin, akan ada tersangka baru. Polisi juga akan meminta keterangan saksi ahli untuk menganalisis dampak kerusakan lingkungan dan kerugian negara.
Selain menahan tersangka, polisi juga menyita 4 alat berat dan 10 truk yang digunakan untuk mengangkut material dari lokasi galian C.
Kawasan Taman Buru Lingga Isaq ditetapkan sebagai kawasan konservasi berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 70/Kpts/Um12/1978 pada 7 Februari 1978 dengan luas ± 80.000 hektar.
Taman Buru Lingga Isaq merupakan habitat satwa liar. Kawasan tersebut juga sebagai kawasan wisata berbasis konservasi.
Pada 2 April 2015, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengeluarkan Surat Keputusan SK.103/Menlhk-II/2015 sehingga luas Taman Buru Lingga Isaq yang semula ± 80.000 hektar menjadi 86.320,14 hektar.
Kepala Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam Aceh Sapto Aji Prabowo mengatakan, setidaknya 300 hektar lahan di dalam Taman Buru Lingga Isaq dirambah oleh warga untuk ditanami kopi. Saat ini pihaknya tengah menggodok teknis pemberian izin kepada warga untuk memanfaatkan hasil hutan bukan kayu di dalam kawasan.
Namun, dalam kasus yang sedang ditangani Polda Aceh itu, ujar Sapto, pihaknya belum dimintai keterangan oleh kepolisian.