YOGYAKARTA, KOMPAS - Keragaman suku bangsa dan budaya yang dimiliki Indonesia jadi kekuatan besar dalam melakukan diplomasi budaya. Tujuan diplomasi melalui jalur kebudayaan adalah menunjukkan kehadiran Indonesia di kancah internasional dan membentuk nilai bersama tentang identitas suatu bangsa.
Guru Besar Arsitektur dan Perencanaan Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (UGM) Wiendu Nuryanti mengatakan, dalam konteks budaya, Indonesia memiliki kekayaan luar biasa. Indonesia merupakan negara dengan lebih dari 17.000 pulau. Hal itu dikatakan Wiendu dalam Sarasehan 15 Tahun Ndalem Notorahardjan bertema ”Diplomasi Budaya, Semangat Bahari, dan Identitas Nasional” di Yogyakarta, Kamis (3/5/2018).
Dalam upaya mendapat perhatian di kancah internasional, Indonesia memiliki ajang yang digelar setiap dua hingga tiga tahun sekali bersama UNESCO dengan nama World Culture Forum. Ajang itu diikuti oleh menteri pendidikan dan kebudayaan dari negara-negara anggota UNESCO, budayawan nasional dan internasional, serta berbagai organisasi nonprofit (NGO). Wiendu mengatakan, posisi Indonesia sebagai penggagas ajang untuk memosisikan negara ini sebagai tempat dialog budaya.
Guru Besar Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UGM Mohtar Mas’oed mengatakan, diplomasi budaya adalah upaya memengaruhi orang atau bangsa lain untuk menunjukkan kehadiran suatu bangsa tanpa disadari oleh bangsa yang sedang dipengaruhi. Namun, diplomasi itu hendaknya tidak dilakukan sekadar menunjukkan keberadaan, tetapi juga memberikan manfaat.
Kebudayaan nasional
Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono X mengatakan, penting untuk memperhatikan kebudayaan nasional. Kebudayaan nasional berfungsi sebagai pemberi identitas kepada warga negara untuk memperkuat solidaritas. ”Dalam fungsi memberi identitas, suatu unsur kebudayaan dapat menjadi unsur kebudayaan nasional jika menjadi gagasan kolektif yang bisa diandalkan sebagai kebanggaan nasional untuk menguatkan identitas dan menggerakkan solidaritas menuju hal-hal yang produktif dan maju,” kata Sultan HB X yang menjadi pembicara utama.
Makarim Wibisono, mantan Duta Besar Indonesia untuk PBB (2004-2007), mengatakan, kebudayaan nasional berkaitan erat dengan terciptanya identitas nasional. Hal itu merupakan kepribadian dan pandangan hidup bangsa.
Menanggapi pernyataan Makarim, mantan Duta Besar Indonesia untuk Jepang dan Mikronesia (1998-2002) Soemadi Brotodiningrat mengemukakan, luasnya wilayah serta banyaknya penduduk Indonesia membuat definisi identitas nasional menjadi sangat besar. Namun, keragaman justru menjadi aset yang dapat dicontoh bangsa-bangsa lain dari Indonesia.
”Budaya kita beda-beda. Namun, keragaman budaya hendaknya menjadi identitas kita. Sebab, di tengah globalisasi, dengan adanya berbagai benturan dan kalau kita bisa membuktikan bisa hidup bersama secara toleran, ini merupakan aset budaya yang bisa kita jual ke luar,” kata Soemadi.
Dalam mewujudkan kebudayaan nasional, demikian Sultan HB X, budaya laut atau bahari tidak boleh dilupakan mengingat laut Indonesia luasnya sekitar 70 persen dari total wilayah.
Senada dengan Sultan, pakar hukum laut internasional Hasjim Djalal mengatakan, semangat bahari perlu didorong karena luas laut menjadi modal berharga bagi Indonesia. ”Semangat pembangunan bahari harus sejalan dengan darat. Saya melihat perhatian masih terpusat ke darat,” ujar Hasjim.