BALIKPAPAN, KOMPAS Sisa ceceran minyak masih menempel di mangrove di kawasan Teluk Balikpapan, Kalimantan Timur. Sebagian mangrove muda menguning daunnya dan berpotensi mati. Selain terus mendesak penuntasan, aktivis lingkungan mendesak pemerintah pusat melihat lagi kasus-kasus sebelumnya di teluk, yang terabaikan, antara lain limbah jarum suntik.
Selasa (10/4/2018) memasuki hari ke-11 setelah kejadian terbakarnya tumpahan minyak di perairan teluk tersebut. Luas wilayah terdampak hampir 13.000 hektar dan terhampar sepanjang 60 kilometer di pesisir. Aktivis lingkungan memperkirakan 17.000 hektar bakau terdampak akibat patahnya pipa pendistribusi minyak mentah milik Pertamina itu. Putusnya pipa itu masih diselidiki Polda Kaltim.
Pantauan Kompas, di Hutan Mangrove Margomulyo, Balikpapan, kemarin, sebagian daun-daun mangrove masih tampak bercak-bercak berwarna hitam. Jaring pembatas yang dipasang untuk menyaring sampah juga tampak semburat hitam. Permukaan air rawa tampak sedikit berminyak.
Di areal pembibitan mangrove milik Kelompok Tani Mangrove Tepian Lestari, Margomulyo, sebagian bibit mangrove yang masih berumur 9-10 bulan daunnya pun menguning. Pengawas Hutan Mangrove Margomulyo yang juga pengurus kelompok tani tersebut, Tegowadi, mengaku bingung.
”Beberapa hari terakhir, daun-daun bibit mangrove kami mulai menguning. Mangrove terselimuti minyak, (fotosintesis) terganggu, bisa mati. Dari 3.000-an bibit di lokasi ini, mungkin seperlima dari jumlah itu daunnya ada yang kuning. Ini bisa jadi pertanda bakau akan mati. Namun, daun hijaunya pun masih ada,” kata Tegowadi.
Artinya, tetap ada kemungkinan bakau bertahan hidup. Meski begitu, Tegowadi tidak berani memastikan. Dia melihat perkembangan dua minggu ke depan. ”Mangrove tidak langsung mati, tetapi perlahan. Semoga saja hidup. Bibit ini, kan, sudah siap jual dan tanam,” ujarnya.
Lalai
Dampak tumpahan minyak di hutan kota seluas 21 hektar milik Pemerintah Kota Balikpapan ini tidak separah kawasan lain, seperti Kariangau dan Margasari atau sepanjang pantai. Sebab, letaknya tidak langsung berhadapan dengan laut lepas (perairan Teluk Balikpapan).
Ceceran minyak yang masih menempel pada daun mangrove juga dicemaskan Rustam, warga Salok Osing, Kariangau, nelayan budidaya kepiting. ”Mangrove yang sekarang masih hidup pun tidak ada jaminan bertahan. Pemulihan lingkungan bisa bertahun-tahun,” ujar Rustam.
Selama 11 hari pembersihan minyak yang dilakukan Pertamina dan beberapa pihak, termasuk warga, dampaknya sudah terlihat, terutama di kawasan Margasari dan Kariangau. Beberapa pantai, seperti Banua Patra, dan Kilang Mandiri, juga terlihat sudah relatif bersih.
Dalam rapat dengar pendapat, Selasa (10/4), di Jakarta, Komisi VII DPR menuding PT Pertamina (Persero) lalai dan lamban menangani tumpahan minyak di Teluk Balikpapan akibat putusnya pipa transfer di dalam laut. DPR menilai kejadian ceceran minyak mentah di teluk yang menimbulkan pencemaran termasuk dalam kejadian luar biasa. Pejabat tertinggi di instansi terkait akan dipanggil pekan depan untuk dimintai penjelasan.
Direktur Pengolahan Pertamina Toharso mengatakan, pihaknya belum memiliki teknologi canggih yang secara teknis dapat menginformasikan patahan pipa transfer minyak secara cepat. Ditengarai ada 40.000 barrel minyak mentah yang tumpah. (PRA/APO)