BANDA ACEH, KOMPAS —Wakil Gubernur Aceh Nova Iriansyah mempertanyakan dukungan konkret dunia internasional terhadap upaya perlindungan hutan di Aceh. Selama ini lembaga-lembaga internasional mendesak pemerintah setempat menjaga hutan, tetapi bantuan nyata belum terlihat.
Hal itu disampaikan Nova Iriansyah dalam ”Seminar Lingkungan: Merumuskan Peran Jurnalis dalam Mengawal Kawasan Ekosistem Leuser” yang digelar Aliansi Jurnalis Independen Kota Banda Aceh, Sabtu (7/4/2018). Nova mengatakan, seharusnya dunia membayar jasa lingkungan kepada Aceh karena kelestarian hutan di provinsi itu menjadi bagian dari pengendalikan pemanasan global.
”Kami berkewajiban menjaga hutan, tetapi perlu modal. Karbon dari Leuser dinikmati dunia, jadi tidak fair jika dunia hanya menuntut menjaga hutan, tetapi kontribusi konkret tidak ada,” ujar Nova.
Untuk diketahui, berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 190/KPTS-II/2000, luas KEL mencapai 2.255.577 hektar, yang terbagi atas lokasi TNGL seluas 26,72 persen, Kawasan Taman Buru seluas 1,29 persen, suaka margasatwa seluas 4,54 persen, hutan lindung 41,75 persen, hutan produksi 11,24 persen, dan areal penggunaan lain (APL) seluas 14,46 persen.
KEL merupakan kawasan hutan tropis yang memiliki peran besar sebagai penyimpan cadangan air, pengendali iklim mikro, dan penyerap karbon. Sedikitnya terdapat 105 spesies mamalia, 382 spesies burung, serta 95 spesies reptil dan amfibi hidup di kawasan itu.
”KEL merupakan tempat terakhir di Asia Tenggara yang memiliki ukuran dan kualitas untuk mempertahankan populasi spesies langka. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh menegaskan, pengelolaan KEL merupakan tanggung jawab Pemerintah Aceh. Namun, otoritas Aceh hanya sebatas pada kawasan hutan lindung dan hutan produksi,” kata Nova.
Nova mengatakan, kawasan tersebut dikelola sebagaimana fungsinya seperti taman nasional dan hutan lindung sebagai kawasan konservasi dan APL sebagai wilayah yang bisa digunakan untuk perkebunan.
Nova menyatakan, Pemprov Aceh telah berupaya melindungi hutan dengan menerapkan kebijakan konkret, seperti jeda penebangan kayu, jeda perkebunan sawit baru, dan menambahkan tenaga pengamanan hutan sebanyak 2.000 orang.
Ketua Kaukus Pembangunan Aceh Berkelanjutan Teuku Irwan Djohan mengatakan, bukan dunia internasional, melainkan pemerintah pusat juga harus memberikan intensif bagi Aceh atas jasa menjaga hutan.
Irwan menyatakan, warga di sekitar hutan diminta untuk menjaga kelestarian, tetapi kesejahteraan mereka terabaikan. ”Jika warga di sekitar hutan mendapatkan perhatian besar, saya yakin mereka lebih semangat menjaga hutan,” kata Irwan.
Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh Muhammad Nur mengatakan, dalam Qanun/Perda Rencana Tata Ruang Wilayah Aceh, KEL tidak dimasukkan, padahal KEL merupakan kawasan strategis nasional. Walhi mendesak Pemprov Aceh dan DPR Aceh merevisi qanun tersebut dengan memasukkan KEL dalam rencana tata ruang.