Mantan Bupati Nagekeo Didakwa atas Tanah yang Tidak Dimilikinya
Oleh
Kornelis Kewa Ama
·3 menit baca
KUPANG, KOMPAS - Eksepsi atau nota pembelaan Bupati Nagekeo di Pulau Flores, NTT, Yohanes Samping Aoh (2008-2013); mantan Sekretaris Daerah Nagekeo Yulius Lawotan; dan mantan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nagekeo Wake Petrus, yang disampaikan penasihat hukum di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Kupang, akan ditanggapi jaksa penuntut umum.
Namun, majelis hakim Pengadilan Tipikor Kupang belum mengambil keputusan atas nota pembelaan itu. Para mantan pejabat itu tidak merugikan negara karena tanah seluas 142 hektar itu yang menjadi materi dakwaan justru masih milik pemda, bukan milik pribadinya seperti yang didakwakan.
Sidang pembacaan eksepsi atas dakwaan terhadap tiga terdakwa di Kupang, Kamis (5/4/2018) dipimpin Ketua Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Edy Pramono dengan hakim anggota Ibnu Qholik dan Muhammat Solleh. Jaksa penuntut umum dari Kabupaten Ngada, Dicky Octavia.
Pengacara ketiga terdakwa, George Nakmofa, ketika membacakan nota pembelaan terhadap isi dakwaan antara lain mengatakan, dakwaan jaksa tidak jelas, tidak lengkap, dan melawan hukum. Karena itu perbuatan terdakwa tidak dapat dikategorikan melanggar hukum.
“Sampai hari ini tanah seluas 142 hektar yang disebut dalam dakwaan, telah dialihfungsikan untuk pembangunan rumah pribadi milik para terdakwa, itu tidak benar. Tanah itu masih dalam status kepemilikan Pemda Nagekeo. Ini terbukti dari dokumen aset daerah Negekeo, tanah itu masih ada di dalam daftar aset pemda, belum dihapus atau dilimpahkan ke pihak mana pun,” katanya.
Kerugian negara yang disebutkan dalam dakwaan senilai Rp 3,8 miliar, hanya dihitung sesuai nilai tanah itu. Tidak ada uang riil yang diterima para terdakwa dari hasil pengalihan tanah, yang disebutkan dalam dakwaan.
Nakmofa mengatakan, jika tanah itu telah dialihfungsikan, mengapa pada bulan November 2017, Pemda Nagekeo mengadakan nota kesepahaman bersama untuk pembangunan rumah murah bagi aparatur sipil negara (ASN), dengan PT Prima Indo Megah.
Pemda Nagekeo saat ini hendak memanfaatkan tanah di Kelurahan Malaserah, Kecamatan Aesesa seluas 142 hekar itu untuk pembangunan rumah murah bagi ASN Nagekeo.
Ketua Majelis Hakim Edy Pramono meminta jaksa Dicky Oktavia menanggapi eksepsi dari ketiga terdakwa, pekan depan. Jaksa harus lebih teliti membaca eksepsi terdakwa, kemudian menganalisa seluruh surat dakwaan secara cermat.
Dalam surat dakwaan ketiga tersangka pekan lalu antara lain disebutkan, ketiga terdakwa mengalihfungsikan lahan milik Pemda seluas 142 hektar di Kelurahan Malasera, Kecamatan Aesesah untuk membangun rumah pribadi mereka oleh rekanan kerja.
Nilai kerugian negara atas tanah seluas 142 hektar itu sekitar Rp 3,8 miliar. Padahal, tanah itu akan digunakan untuk pembangunan rumah para ASN yang saat ini belum memiliki rumah pribadi.
Kerugian negara itu disampaikan setelah mendapatkan hasil pemeriksaan (audit) dari BPK NTT dan hasil perhitungan teknis tim dari Politeknik Negeri Kupang.
Dalam sidang itu mantan Bupati Yohanes Samping Nani Aoh mengenakan baju putih polos. Ia tampak lelah begitu keluar dari dalam mobil tahanan yang membawanya dari Rutan Penfui Kupang menuju Kantor Pengadilan Tipikor.
Nani Aoh disambut anggota keluarga dengan ratap tangis, terutama istri, anak-anak, dan cucu. Mereka memeluk erat Nani Aoh sambil berulang kali mencium pipi terdakwa, yang sudah memasuki usia sekitar 65 tahun itu.
Selain anggota keluarga Nani Aoh, sidang pembacaan nota pembelaan itu, dihadiri pula anggota keluarga dari kedua terdakwa lain, Yulius Lawotan dan Wake Petrus.