Dua Kepala Desa di Timor Tengah Utara Menjadi Tersangka
Oleh
Kornelis Kewa Ama
·3 menit baca
KEFAMENANU, KOMPAS- Kepala Desa Lanaus, Kecamatan Insana Tengah berinisial YS (45) dan Kepala Desa Noenasi, Kecamatan Miomafo Tengah, MPA (39) keduanya di Kabupaten Timor Tengah Utara, ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Kejaksaan Negeri. Kedua kepala desa ini merugikan dana desa sekitar Rp 700 juta, tetapi keduanya belum ditahan. Selain kedua kepala desa, penyidik Kejaksaan TTU juga tersangkakan dua orang suplier, bertindak sebagai kontraktor, berinisial EL dan RK.
Kepala Seksi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Timor Tengah Utara (TTU), Nusa Tenggara Timur (NTT), Kundrat Mantolas, dihubungi di Kefamenanu dari Kupang, Rabu (4/4) mengatakan, penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) TTU, 22 Maret menetapkan Kepala Desa Lanaus, YS dan suplier berinisial EL sebagai tersangka. EL berstatus sebagai suplier tetapi dalam praktek bertindak sebagai kontraktor.
“Kerugian negara di Desa Lanaus sekitar Rp 300 juta, dari total dana desa senilai Rp 700 juta, tahun anggaran 2017. YS selaku kepala desa, paham regulasi tentang pekerjaan infrastruktru desa, yakni tidak boleh melibatkan suplier atau kontraktor. Kontraktor EL mengerjakan proyek embung, tetapi sejumlah item pekerjaan tidak terpenuhi,”kata Mantolas.
Sementara itu Kepala Desa Noenasi, MPA dan rekanan kerja berinisial RK diduga bersekongkol menghabiskan dana Desa Noenasi tahun anggaran 2017 sekitar Rp 400 juta dari total dana desa senilai Rp 800 juta. Bentuk penyimpangan sama dengan Desa Noenasi, yakni proyek sudah dinyatakan rampung dan uang sudah cair 100 persen, tetapi pekerjaan di lapangan belum selesai.
Total kerugian negara di dua desa itu sekitar Rp 700 juta. Kerugian itu sesuai hasil pemeriksaan dari Inspektorat Pengawas TTU. Hasil pemeriksaan itu kemudian diperkuat analisa teknis dan ilmiah di lapangan langsung oleh tim ahli dari Politeknik Negeri Kupang.
Ia mengatakan, dana desa tidak boleh dikelola kontraktor atau rekanan. Dana itu swakelola, artinya masyarakat sendiri mengelola dana itu dalam bentuk proyek padat karya, dengan badan hukum BUMDes.
Meski telah ditetapkan sebagai tersangka tetapi mereka belum ditahan, dengan alasan keempat orang ini cukup kooperatif dengan penyidik, sopan, dan proses pemeriksaan masih berjalan. “Soal penahanan tersangka, itu keputusan tim sehingga saya tidak bisa menjelaskan di sini,”kata Mantolas.
Januar-Maret, sebanyak delapan orang Kepala Desa di NTT telah ditetapkan sebagai tersangka, empat diantaranya sedang mengikuti proses persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Kupang. Penyalahgunaan dana desa oleh kepala desa ini, diduga masih banyak terjadi di NTT tetapi belum terungkap.
Ia mengatakan, desa-desa di pedalaman, sulit dilalui kendaraan dan jarang dikunjungi pejabat daerah, peluang korupsi sangat besar. Apalagi desa itu tidak dapat mengakses internet, dan listrik dari PLN.
Anggota DPRD TTU, Afaa mengatakan, regulasi pengelolaan dana desa perlu direvisi kembali. Banyak hal dinilai janggal dan tidak masuk akal.
“Tahun 2016 ada kontraktor mengerjakan proyek dana desa. Ada beberapa ketentuan yang dinilai merugikan kontraktor dan aparat desa. Misalnya, sewa excavator 14 hari untuk mengerjakan proyek embung, tetapi pekerjaan itu rampung sembilan hari. Proyek tidak dilanjutkan lagi karena pekerjaan sudah tuntas. Tetapi sisa waktu lima hari dinilai menyelewengkan dana. Ini kan aneh,” kata Afaa.
Demikian pula pembangunan jalan desa. Jika proyek Pemda, jalan pengerasan desa sepanjang 1-3 km, menelan biaya sampai Rp 1 miliar. Jika proyek yang sama dikerjakan dengan dana desa, hanya dihargai Rp 200 juta, tetapi pengawasan dan pemeriksaan sangat ketat.
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.