MATARAM, KOMPAS - Asosiasi Petani Cengkeh Indonesia (APCI) menolak larangan terbatas impor tembakau yang dilakukan pemerintah. Regulasi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) RI Nomor 84 Tahun 2017 perihal Larangan Terbatas Impor Tembakau, akan merugikan petani cengkeh di Indonesia.
"Kebijakan ini merugikan petani cengkeh. Kami menentangnya, kami menolaknya. Kami maunya permen itu dibatalkan, meski saat ini Menko Ekuin sudah menunda pelaksanaannya," kata Sekretaris Jendral APCI, IK Budhyman M, di sela pertemuan Asia Tobacco Forum (ATF) 2018, Selasa (27/3) di Katamaran Resor, Senggigi, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat.
Saat ini produksi cengkeh nasional 120.000 ton setahun dan sudah berhasil swasembada. Dari jumlah itu, 110.000 ton di antaranya terserap untuk kebutuhan industri rokok kretek nasional.
Sementara ketersediaan tembakau produksi nasional hanya mampu memenuhi 50 persen-60 persen kebutuhan industri rokok dalam negeri, dan sisanya masih bergantung pada impor, kata Budhyman.
APCI memproyeksikan, jika pelarangan impor tembakau jenis tertentu dilakukan, hasil panen cengkeh petani tidak terserap pasar, harga jual menurun, dan produksi rokok nasional akan menurun hingga 40 persen.
"Saat ini 95 persen hasil produksi cengkeh kita itu terserap untuk memenuhi produksi 350 milyar batang rokok kretek nasional,” ungkap Budhyman.
Ketua Dewan Pengurus Pusat APCI Dahlan Said mengeritisi kebijakan pemerintah terkait mengembalikan kejayaan rempah-rempah nasional termasuk komoditi cengkeh. Kebijakan itu dibuat tanpa memikirkan nasib petani cengkeh.
"Pemerintah itu bikin kebijakan tak pernah ngomong sama stakeholders, terutama petani. Seperti sekarang ini, kembalikan kejayaan rempah. Itu artinya apa? kan pemerintah akan dorong penanaman cengkeh, lada, dan rempah lainnya. Sedang pasarnya tidak diperhatikan,” tuturnya.
Daerah penghasil cengkeh terbesar nasional adalah Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan dan Maluku, dengan luas lahan 500.000 ha yang menghidupi 1,5 juta petani dan buruh tani.
"Kalau pelarangan impor tembakau dilakukan, dan industri rokok kretek nasional terganggu, jutaan petani cengkeh terkena dampak, Padahal saat ini harga cengkeh lagi bagus, Rp 115.000 per kg,” ucapnya.
Dahlan Said mengibaratkan cengkeh dan tembakau sebagai ‘bersaudara kandung’ karena komoditas ini memiliki ketergantungan. Saling ketergantungan itu yang semestinya menjadi rujukan membuat kebijakan dan regulasi.
"Saya inginnya pemerintah pelajari dulu dari berbagai aspek. Misalnya, kalau terjadi over suplay (cengkeh) mau diapain itu. Yang diinginkan petani adalah hasil panennya terjual dan dapat untung, itu saja sudah cukup," ujarnya.