Makin Nyata, Pencemaran Sungai di Jatim dan Kalsel
Oleh
AMBROSIUS HARTO/JUMARTO YULIANUS
·5 menit baca
SURABAYA, KOMPAS – Tujuh wilayah sungai di Jatim terus tercemar. Indeks kualitas air yang sudah amat kurang yakni 52,51 masih turun ke 50,75. Pemprov Jatim dipandang belum menempuh terobosan untuk mencegah atau mengurangi pencemaran air. Tujuh wilayah sungai di Jatim ialah Brantas, Bengawan Solo, Bendoyudo, Sampeyan, Bajulmati, Madura, dan Welang Rejoso. Daerah Aliran Sungai Brantas terluas dengan 13.880 Km per segi daerah tangkapan yang melintasi 17 kabupaten/kota. Itu hampir separuh wilayah Jatim yang terdiri dari 38 kabupaten/kota.
Dengan menjadi yang terluas, penghuni DAS Brantas terbanyak yakni 19 juta jiwa atau hampir separuh dari populasi Jatim yang 39 juta jiwa. Beban pencemaran tertinggi. IKA di Brantas saat ini 47,68 atau jauh di bawah kondisi rata-rata Jatim yang 50,75. Sebelumnya, IKA di Brantas cuma 49,17. Itu membuktikan pencemaran tidak dicegah.
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jatim Tri Jambore Christanto saat peringatan Hari Air, Kamis (22/3), mengungkapkan, IKA yang amat buruk juga dialami Bengawan Solo yang hanya 48,75. Padahal, Brantas dan Bengawan Solo merupakan sungai strategis nasional. Rendahnya IKA di kedua sungai itu mencerminkan tidak ada perhatian dan penanganan serius untuk DAS yang menyangga kawasan pertanian di Jatim sebagai lumbung pangan nasional.
Jambore yang akrab disapa dengan Rere menambahkan, lebih dari 800.000 hektare kawasan hutan di Jatim rusak. Kerusakan mencakup 250.638 hektare hutan di DAS Brantas, 286.102,12 hektare di DAS Sampean, dan 270.296,79 hektar di DAS Bengawan Solo. Di Jatim ada 1.004 industri skala besar yang dianggap menjadi agen pencemar. Sebanyak 483 industri di antaranya atau 48,1 persen ada di sepanjang DAS Brantas. Pemprov Jatim telah mengeluarkan 69 peraturan yang mengancam kelestarian ekologi dan belum menyentuh lebih dari 150 kasus konflik sosial ekologi yang muncul dua tahun terakhir.
Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basar (Ecoton) Prigi Arisandi menambahkan, dua tahun terakhir telah muncul hampir 150 lokasi pembuangan limbah B3 di Jatim. Sejumlah kasus pembuangan limbah B3 terjadi di Surabaya, Mojokertp, Jombang, Sidoarjo, dan Gresik. “Sudah diadukan ke Gubernur Jatim, Polda Jatim, dan Menteri LHK tetapi tidak ada respon,” katanya.
Terkait air dan Brantas, Gubernur Jatim Soekarwo menghadapi gugatan warga negara karena membiarkan dan lalai dalam pengelolaan sampah popok sekali pakai. Soekarwo dianggap gagal mencegah rakyat tidak membuang sampah ke Brantas terutama popok sekali pakai yang terbuat dari bahan kimia. Popok amat sulit terurai dan sifat kimiawi dalam air membuatnya mengeluarkan senyawa beracun dan berbahaya bagi organisme sungai dan pengonsumsinya terutama manusia.
Kepala Dinas LH Jatim Dyah Susilowati mengakui, IKA di sungai-sungai buruk. Itu dilihat dari kebutuhan oksigen hayati (BOD) yang 87,4 persen. Rerata konsentrasi bakteri patogen penghasil racun Escherichia coli 49 persen, E coli tinja 55,9 persen, chemical oxygen demand (COD) 7,2 persen, dan padatan tersuspensi total (TSS) 65 persen yang melebihi ambang batas baku mutu kualitas air sungai kelas II.
Pencemaran di Kalsel
Dari Banjarmasin, Kalimantan Selatan dilaporkan, sungai besar maupun sungai kecil di Kalimantan Selatan umumnya juga sudah tercemar, dan bersedimentasi tinggi. Kondisi itu turut dipicu degradasi alam dan lingkungan, akibat kegiatan eksploitasi sumber daya alam. Maka, perlu upaya bersama untuk menjaga alam demi kelestarian sungai dan sumber air.
Kepala Balai Wilayah Sungai Kalimantan II, Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Dwi Purwantoro, pada peringatan hari air sedunia ke-26 di Banjarmasin, Kamis (22/3), mengemukakan, kondisi sungai-sungai di Kalsel sekarang sudah jauh menurun dibandingkan kondisi 10-15 tahun lalu. ”Sungai-sungai di Kalsel mengalami degradasi yang luar biasa akibat rusaknya alam dan lingkungan. Karena itu, kami mengajak masyarakat untuk menjaga alam dan memanfaatkannya secara bertanggung jawab demi kelestarian sungai dan mata air,” katanya.
Dwi mengatakan, kerusakan daerah aliran sungai itu memicu intrusi air laut. Pada musim kemarau, intrusi air laut ke daratan mencapai 60-70 kilometer sehingga air sungai menjadi payau dan tak bisa digunakan masyarakat untuk keperluan sehari-hari, termasuk untuk tanaman. Kerusakan daerah aliran sungai itu juga mengakibatkan tingginya sedimentasi di sungai yang seringkali menghambat lalu lintas transportasi sungai. Laju sedimentasi tidak lagi tertahan karena hutan sudah habis.
”Kualitas air sungai pada umumnya juga sudah jauh menurun. Tingkat pencemarannya sudah melebihi ambang batas toleransi. Karena itu, air sungai tidak bisa lagi langsung dikonsumsi tanpa diolah terlebih dahulu,” katanya. Menurut Dwi, yang mendesak dilakukan sekarang untuk memulihkan kondisi sungai adalah menggiatkan penanaman pohon serta tidak membuang sampah dan limbah ke sungai. ”Kalau itu dijalankan, dalam waktu 2-3 tahun sudah kelihatan hasilnya,” ujarnya.
Bersihkan sungai
Pada peringatan hari air sedunia ke-26 tahun 2018, Balai Wilayah Sungai Kalimantan II pun mengajak masyarakat untuk bergotong royong membersihkan sungai. Pembersihan kali ini difokuskan ke Sungai Teluk Dalam. ”Ada sekitar 400 orang yang terlibat dalam aksi gotong royong membersihkan Sungai Teluk Dalam. Daerah aliran sungai yang dibersihkan sepanjang lebih kurang 1 kilometer,” kata Dwi.
Aksi gotong royong membersihkan sungai itu turut didukung jajaran Kodim 1007/Banjarmasin, Pemkot Banjarmasin, dan komunitas masyarakat peduli sungai (Melingai). Komandan Kodim 1007/Banjarmasin Letnan Kolonel Inf Teguh Wiratama sangat mendukung kegiatan bersih-bersih sungai, karena sejalan dengan program sungai indah yang dicanangkan Kodim 1007/Banjarmasin.
Menurut Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kota Banjarmasin Gusti Ridwan Sofyan, kebersihan sungai di Kota Banjarmasin harus dijaga terus-menerus mengingat julukan Banjarmasin adalah kota seribu sungai. ”Kegiatan pembersihan sungai itu harus dilakukan terus-menerus,” ujarnya. Muhammad Yusran dari Komunitas Melingai Banjarmasin berharap aksi gotong royong membersihkan sungai tidak hanya dilakukan pada peringatan hari air sedunia, tetapi bisa dilakukan secara rutin, bisa kapan saja.
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.