”Terima Kasih, Pak Presiden”
Di kursi roda barunya, Bulan Karunia Rudianti (10) didorong oleh beberapa teman sekelasnya di halaman Sekolah Dasar Negeri 088, Pekanbaru, saat istirahat belajar, Rabu (21/3) pagi. Mereka berputar-putar, kemudian berkerumun, dan saling bercengkerama, sesekali tertawa lepas.
Seorang bocah perempuan mendekati kerumunan dengan dua gelas plastik berisi minuman dingin lengkap dengan sedotan. Mereka pun bergiliran menyedot minuman sehingga habis dalam sekejap.
Rabu itu adalah hari istimewa buat putri bungsu pasangan Purwanti (43) dan Rudi Arifin. Untuk pertama kalinya, gadis kecil kelahiran 7 Juli 2007 itu mencoba kursi roda baru pemberian orang nomor satu di negeri ini, Presiden Joko Widodo. Kursi roda itu diterima Bulan, Selasa (20/3). Diserahkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Riau Mimi Yuliani Nasir di sekolah.
Pemberian kursi roda itu memiliki kisah tersendiri. Bulan menyurati Presiden. Dalam surat bertulisan tangan, Bulan menyatakan sering melihat Presiden memberi hadiah sepeda buat anak-anak sebayanya. Bulan pun ingin mendapat hadiah. Namun, karena sejak lahir tak memiliki kaki, Bulan meminta kursi roda.
Surat tertanggal 16 Maret 2018 itu ternyata langsung menjadi viral di media sosial. Hanya dalam waktu empat hari, Presiden mengabulkan permintaan Bulan. Sebenarnya, satu jam sebelum menerima kursi roda Presiden, Bulan juga mendapat kursi roda dari artis Ruben Onsu yang diserahkan orang kepercayaan Ruben di Pekanbaru.
”Saya sangat berterima kasih kepada Bapak Presiden yang mengabulkan permintaan Bulan. Bulan juga mengucapkan terima kasih kepada Kak Ruben. Semoga Bapak Presiden sehat dan Kak Ruben semakin banyak rezekinya,” kata Bulan menanggapi pemberian dua kursi roda itu.
Gadis kecil yang bercita-cita menjadi pelukis itu memang istimewa. Meski menyandang disabilitas, Bulan merupakan salah seorang murid terpintar di kelasnya. Keunggulan utamanya, kata Ria Mariana, Wali Kelas Bulan, adalah dalam pelajaran Bahasa Inggris.
”Di rumah, Bulan sering berkomunikasi dengan teman-teman dari luar negeri lewat media sosial. Sampai sekarang dia masih berteman dengan Alijah, anak dari Inggris yang sebaya dengan Bulan. Dia belajar bahasa Inggris dari kakaknya, tetapi lebih banyak otodidak,” tutur Purwanti, ibu Bulan.
Lompat kelas
Meski belum genap dua tahun bersekolah, Bulan sudah duduk di kelas III. Dia hanya belajar enam bulan di kelas I, lalu naik ke kelas II. Enam bulan di kelas II, Bulan naik ke kelas III.
”Kami melihat kemampuan akademisnya sangat baik. Karena itu, kami memberi tes setara ujian semester. Ternyata dia mampu sehingga kami memberi kesempatan agar lebih cepat selesai,” kata Eliana, Kepala Sekolah SDN 088 Pekanbaru.
Kesempatan lompat kelas itu, demikian Eliana, disebabkan usia Bulan ketika masuk sekolah sudah 9 tahun. Namun, saat awal masuk sekolah, dia sudah mampu membaca, menulis, berhitung, dan berbahasa Inggris.
Alasan keterlambatan usia awal masuk sekolah lebih disebabkan hambatan nonteknis. Menurut Purwanti, saat Bulan berusia 7 tahun, dia sempat mendaftarkan anaknya di sekolah dekat rumah, tetapi ditolak. Alasannya, sekolah tidak ada fasilitas untuk penyandang disabilitas.
Pada 2016, ketika usia Bulan 9 tahun, bibinya yang baru menjadi guru honorer di SDN 088 mengajak keponakannya belajar di sekolah itu. SD tersebut ternyata sekolah inklusi di Pekanbaru, sekolah itu menerima anak berkebutuhan khusus.
Ulya Azizah (9), teman akrab Bulan, menuturkan, Bulan adalah sahabat karibnya sejak kelas II. Mereka kerap belajar dan bermain bersama. Keduanya merupakan murid pintar. Azizah di peringkat satu dan Bulan di peringkat dua.
Awalnya mereka duduk bersebelahan di kelas, tetapi guru memisahkan mereka. ”Kalau duduk semeja, kata guru, kami sering mengobrol,” ujar Azizah tersipu.
Infeksi toksoplasma
Menurut Purwanti, Bulan terlahir cacat. Tubuhnya hanya sampai bagian pinggul. Tidak ada tulang kaki dari paha sampai mata kaki. Tumpuan tubuh Bulan saat duduk hanya tulang pinggul.
”Menurut dokter, saat hamil, saya terinfeksi parasit toksoplasma. Sejak usia kandungan lima bulan, saya sering kesakitan luar biasa dan sempat meminta dokter untuk menggugurkan. Namun, dokter meminta saya mempertahankan,” kata Purwanti.
Kepala Rumah Sakit Umum Daerah Arifin Achmad, Pekanbaru, dr Nuzelly, yang dihubungi secara terpisah menjelaskan, infeksi toksoplasma merupakan salah satu penyakit yang dapat menyerang ibu hamil. Parasit itu ditularkan oleh inang, seperti kucing atau hewan lain, ataupun sumber makanan yang kurang bersih.
”Toksoplasma memang dapat menyebabkan keguguran dan kelainan pertumbuhan janin,” kata Nuzelly. (SYAHNAN RANGKUTI)