KOTA AGUNG, KOMPAS — Nelayan dan pedagang ikan di Pelabuhan Kota Agung, Kabupaten Tanggamus, Lampung, dihadapkan pada pilihan sulit. Banyak sedikitnya tangkapan kerap bergantung pada cuaca.
Namun, di sisi lain, saat tangkapan banyak, mereka juga tak mendapat keuntungan karena minimnya fasilitas penyimpanan dan pendingin. Saat tangkapan banyak, tak jarang mereka justru terpaksa membuang ikan karena rusak.
”Kalau ikan sedang berlimpah, tapi pembeli sedikit, kami bingung menyimpan ikan. Banyak pedagang kecil yang tidak punya lemari pendingin. Kalaupun punya, kadang juga tidak efektif karena masih sering mati lampu,” ujar Muslim (60) ketika ditemui di Pelabuhan Kota Agung, Tanggamus, Rabu (21/3).
Pun demikian saat cuaca buruk, mereka juga mengalami kekurangan pasokan ikan dari nelayan. Akibatnya, harga yang ditawarkan menjadi sangat tinggi.
”Kalau ada lemari pendingin agak enak, harga ikan bisa sedikit lebih stabil karena kalau lagi berlimpah tangkapan, ikannya bisa disimpan. Beberapa kali saya terpaksa membuang ikan karena rusak setelah disimpan terlalu lama,” tuturnya.
Muslim mengatakan, pedagang di Pelabuhan Kota Agung sebagian besar mengandalkan penyimpanan menggunakan es batu. Padahal, harga satu es batu Rp 30.000 per balok ukuran 90 cm kubik.
Zulhan (45) pedagang ikan di Pelabuhan Kota Agung, mencontohkan, saat ini harga ikan tongkol mencapai Rp 25.000 per ekor dengan berat sekitar 1 kilogram. Tingginya harga ikan tongkol tersebut terjadi seminggu terakhir sejak tangkapan nelayan berkurang.
”Padahal, kalau lagi berlimpah, ikan tongkol hanya dihargai Rp 15.000 per ekor. Minggu lalu masih Rp 18.000, sekarang harga sudah mencapai Rp 25.000 karena tangkapan sedikit,” ujarnya.
Minimnya tangkapan ikan dibenarkan nelayan Tanggamus, Ahmad Zulkarnain (48). Menurut dia, hal itu sudah terjadi sekitar dua minggu terakhir.
”Sejak dua minggu terakhir, tangkapan berkurang. Biasanya saya bisa dapat ikan tongkol hingga 5 kuintal, tetapi dua minggu terakhir cuma dapat 1 kuintal per hari,” ujarnya.