SOLO, KOMPAS – Rencana pembangunan Masjid Taman Sriwedari di kawasan Taman Sriwedari, Solo, Jawa Tengah, dinilai kurang tepat. Taman Sriwedari sebaiknya dikembalikan fungsinya sebagai taman publik serta tempat kegiatan seni dan budaya.
Sejarawan Solo Heri Priyatmoko mengatakan, Taman Sriwedari yang dibangun oleh Raja Keraton Surakarta Paku Buwono X telah menjadi salah satu identitas Kota Solo. Taman Sriwedari yang mulai dibuka tahun 1899, saat itu dibangun sebagai taman kota yang indah dilengkapi pohon-pohon yang rindang serta kolam yang disebut segaran. Paku Buwono (PB) X juga menghadirkan satwa gajah untuk menambah daya tarik taman.
“Taman Sriwedari saat itu menjadi obyek wisata yang banyak dikunjungi orang, tidak hanya warga Solo tetapi juga dari luar negeri,” kata Heri dalam diskusi bertema Ontran-ontran Taman Sriwedari di Rumah Budaya Kratonan, Solo, Minggu (18/3) malam.
Heri mengatakan, Taman Sriwedari merupakan pusat rekreasi. Pertunjukan bioskop, pesta kembang api, serta pentas wayang orang digelar di Taman Sriwedari, yang juga disebut publik bon rojo. Surat kabar Darmo Kondo edisi 29 Januari 1935 memberitakan kedatangan rombongan turis dari Amerika Serikat untuk merekam pertunjukan wayang orang di Taman Sriwedari.
Sebelum itu, Raja Chulalongkorn dari Thailand juga telah mengunjungi Taman Sriwedari. Namun, seiring perkembangan zaman, Taman Sriwedari semakin meredup. “Seharusnya Taman Sriwedari dibenahi, dikembalikan lagi fungsinya sebagai taman kota, tempat kegiatan seni dan budaya,” katanya.
Seharusnya Taman Sriwedari dibenahi, dikembalikan lagi fungsinya sebagai taman kota, tempat kegiatan seni dan budaya
Karena itu, menurut Heri, rencana pembangunan Masjid Taman Sriwedari oleh Pemerintah Kota Solo di area Taman Sriwedari tidak tepat. Sebab, sejak semula Taman Sriwedari dirancang PB X sebagai taman publik, tempat rekreasi, dan pusat kegiatan seni budaya.
Pemkot Solo perlu meniru langkah mantan Wali Kota Solo Joko Widodo yang berhasil membenahi Taman Balekambang sebagai taman hijau yang apik di tengah kota. Taman Balekambang yang dibangun KGPAA Mangkunegara VII tahun 1921 itu pernah terbengkalai dan kumuh.
Sementara itu, secara terpisah, Soeracarta Heritage Society (SHS), perkumpulan masyarakat yang peduli pada persoalan cagar budaya di Kota Solo mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo.
Dalam surat yang ditandatangani Ketua SHS, Yunanto Sutyastomo, meminta Presiden Jokowi memberikan pertimbangan kepada Pemkot Solo agar tidak melanjutkan pembangunan Masjid Taman Sriwedari.
Yunanto dalam surat itu menyebutkan pembangunan Masjid Raya di Taman Sriwedari menjadi cerminan Kota Solo tidak bisa menjaga pusaka cagar budaya dan sejarahnya.
Menurut Yunanto, Sriwedari yang dibangun PB X merupakan taman kota dan ruang publik milik warga kota. Kehadiran masjid raya di Taman Sriwedari akan membuat ruh Taman Sriwedari sebagai sebuah taman publik akan hilang.
Sebelumnya, Wakil Wali Kota Solo Achmad Purnomo yang juga Ketua Pantia Pembangunan Masjid Taman Sriwedari menyebutkan, Pemkot Solo sudah lama merencanakan untuk membangun masjid Taman Sriwedari.
Lokasi pembangunan masjid adalah di lahan bekas Taman Hiburan Rakyat Sriwedari. Pembangunan masjid ini membutuhkan anggaran total Rp 162,5 miliar yang didanai dari sumbangan masyarakat dan bantuan dana program tanggung jawab sosial perusahaan. Peletakan batu pertama telah dilakukan awal Februari 2018.