Tugu khatulistiwa di Siantan, Pontianak Utara, Kalimantan Barat, sekitar 5 kilometer dari pusat kota Pontianak.
PONTIANAK, KOMPAS — Sungai dan parit di Kota Pontianak, Kalimantan Barat, berfungsi strategis sebagai jalur ekonomi dan transportasi pada 1700-an hingga 1992. Namun, parit-parit itu kini ditinggalkan dan tak terurus sehingga kotor. Melalui Festival Sungai Jawi diharapkan kesadaran untuk menjaga sungai dan parit tumbuh kembali.
Ketua Panitia Festival Sungai Jawi Samsul Arifin, Sabtu (17/3), mengatakan, Festival Sungai Jawi ini, selain dalam rangka memperingati Hari Air Sedunia ke-26, diharapkan juga menumbuhkan kesadaran warga untuk menjaga sungai dan parit-parit. Dengan demikian, diharapkan sungai dan parit kembali terawat. Parit-parit di Kota Pontianak umumnya memiliki lebar 5 meter-10 meter.
”Kegiatan dalam festival ini ada lomba perahu naga dan kano. Lomba perahu naga diikuti 16 tim dan kano 32 tim. Kami memilih acara seperti ini agar masyarakat menyaksikan kondisi parit, khususnya yang terletak di Sungai Jawi yang kotor. Dengan melihat kondisinya diharapkan muncul kesadaran memeliharanya,” tuturnya. Sungai Jawi adalah salah satu wilayah di Kecamatan Pontianak Kota.
Kegiatan selama dua hari, Sabtu dan Minggu (18/3), itu dilaksanakan Balai Air Wilayah Kalimantan 1 bekerja sama dengan pemkot dan Pengurus Provinsi Cabang Olahraga Dayung Kalbar. Peserta dari warga Sungai Jawi, mahasiswa, dan anggota dayung Kalbar yang ada di Pontianak dan Kabupaten Kubu Raya.
Lomba dayung dilaksanakan di parit dengan lebar sekitar 10 meter di daerah Sungai Jawi, Kecamatan Pontianak Kota. Panjang lintasan yang dipergunakan untuk lomba dayung tersebut sekitar 200 meter. Ratusan warga menyaksikan lomba dari tepi parit.
”Dengan acara ini, diharapkan kedepan, parit dan sungai tidak lagi menjadi tempat membuang sampah, tetapi memiliki fungsi strategis sebagai tempat wisata. Cara pandang masyarakat terhadap parit dan sungai hendaknya berubah,” ucap Samsul.
Kondisi parit dan sungai diharapkan bisa terjaga seperti dulu yang sempat menjadi jalur strategis untuk perdagangan dan transportasi menghubungkan Kota Pontianak dengan daerah di sekitarnya. Acara ini sebagai upaya menghidupkan budaya sungai dengan muncul kesadaran untuk membersihkannya.
Penjabat Sementara Wali Kota Pontianak Mahmudah mengatakan, kegiatan ini juga sebagai bagian dari pencanangan Sungai Jawi sebagai lokasi wisata air. Pemkot Pontianak terus berupaya membenahi parit-parit yang ada sehingga lebih menarik sebagai tujuan wisata. Festival itu diharapkan berkelanjutan dan bisa lebih menarik lagi.
Ditinggalkan
Budayawan Pontianak, Syafaruddin Usman, mengatakan, sungai dan parit di Pontianak pernah menjadi urat nadi perekonomian dan transportasi setidaknya tahun 1700-an hingga 1992. ”Pada masa itu, parit dan sungai strategis karena belum banyak jalan. Perdagangan bahan kebutuhan pokok dan transportasi menggunakan sampan. Serambi rumah penduduk menghadap ke parit dan sungai karena parit dan sungai strategis sekali,” ujar Usman.
Banyaknya parit yang terhubung dengan sungai menjadikan Pontianak dijuluki seribu parit. Akan tetapi, kondisinya kini berbeda. Ruas-ruas jalan menggantikan fungsi strategis parit dan sungai. Sungai dan parit ditinggalkan sehingga menjadi tempat sampah. Sudah waktunya direvitalisasi. Misalnya, di Sungai Jawi dan sekitar Jalan Gajah Mada, perlu tetap dipelihara sebagai cagar budaya. Itu adalah citra yang khas bagi Kota Pontianak. (ESA)