PADANG, KOMPAS — Balai Konservasi Sumber Daya Alam atau BKSDA Sumatera Barat melepasliarkan seekor kucing hutan ke kawasan hutan di daerah Limau Manis, Kota Padang, Minggu (18/3) sekitar pukul 17.00. Kucing dengan nama latin Felis bengalensis berjenis kelamin jantan dan termasuk salah satu satwa dilindungi itu diamankan dari permukiman warga.
Kepala BKSDA Sumbar Erly Sukrismanto di Padang, Minggu siang, mengatakan, kucing hutan itu diamankan di daerah Parupuk Tabing, Koto Tangah, Kota Padang, Sabtu (17/3) sekitar pukul 22.00. Kucing hutan itu diduga dipelihara oleh salah seorang warga di sana. Hal itu diketahui dari tali leher yang dipasang pada satwa tersebut. Namun, saat penyerahan, tidak ada yang mengaku sebagai pemiliknya.
Menurut Erly, kucing hutan berusia sekitar satu tahun lebih itu kemungkinan terlepas dari pemiliknya dan ditangkap oleh warga lain. Warga kemudian melapor dan menyerahkannya ke BKSDA Sumbar.
”Karena sifatnya masih liar, harus dilepasliarkan secepatnya. Kalau terlalu lama berada di kami juga akan menyulitkan kucing hutan ini,” kata Erly.
Lokasi kucing hutan itu dilepasliarkan tepatnya di kawasan hutan pendidikan di belakang gedung kampus Universitas Andalas di daerah Limau Manis, Kecamatan Pauh. Hutan itu berada sekitar 10 kilometer timur pusat Kota Padang. Sebelum dilepasliarkan, pada Minggu siang dilakukan pemeriksaan terlebih dahulu oleh dokter hewan.
”Setelah diperiksa, tidak ada masalah. Artinya, siap dilepasliarkan. Tadi dokter hewan juga sudah memberikan vitamin karena kucing hutan ini mengalami dehidrasi,” kata Erly.
Pantauan Kompas di kantor BKSDA Sumbar di Jalan Khatib Sulaiman, kucing hutan tersebut ditempatkan dalam sebuah kandang kecil. Kondisinya masih mengenakan tali leher dan baru dilepas setelah terlebih dulu dibius. Dalam kondisi terbius, dokter hewan kemudian menyuntikkan vitamin. ”Saat dilepasliarkan nanti akan kembali dibius agar tidak stres,” kata Erly.
Kepala Seksi Wilayah II BKSDA yang membawahkan wilayah Padang hingga Tanah Datar Eka Damayanti mengatakan, pelepasliaran ini merupakan yang ke-11 sepanjang 2018. Sebelumnya, mereka juga melepasliarkan satwa, seperti ular dan buaya.
Menurut Erly, meski termasuk satwa dilindungi, populasi kucing hutan di Sumatera Barat masih banyak. Hal itu diketahui dari tangkapan kamera perangkap. Meski demikian, terkait jumlah pasti kucing hutan belum bisa dia sebutkan karena diperlukan survei mendalam. ”Butuh identifikasi dan saya sudah perintahkan agar dilakukan inventarisasi populasi satwa liar di Sumbar,” kata Erly.
Kesadaran masyarakat
Mencuatnya berbagai pemberitaan tentang penangangan kasus tumbuhan dan satwa liar (TSL), menurut Erly, mulai berdampak. Hal itu terlihat dari makin tumbuhnya kesadaran masyarakat bahwa memelihara satwa liar dilindungi itu salah.
”Masyarakat mulai ada yang melapor, bahkan menyerahkan satwa mereka. Tidak hanya yang punya satwa liar dilindungi, satwa-satwa biasa juga datang melapor karena takut,” kata Erly.
Erly menambahkan, BKSDA Sumbar memang menyosialisasikan hal itu kepada masyarakat. Pendekatannya lebih ke upaya preventif lewat imbauan dan mengidentifikasi siapa saja dan di mana satwa liar dilindungi dipelihara masyarakat.
”Saya selalu ingatkan masyarakat apabila memiliki satwa dan dia ragu apakah dilindungi atau tidak langsung lapor ke BKSDA. Karena kalau diserahkan, kan, mereka tidak salah. Namun, kalau kami mau ambil dan dia tidak mau, terpaksa kami gunakan tindakan represif,” kata Erly.