Kepala Polda Papua Inspektur Jenderal Boy Rafli Amar mengungkapkan, 50 akun medsos itu terbukti sering menyebarkan ujaran kebencian. Baik itu berupa provokasi antarsimpatisan calon, isu tentang keamanan di Papua, maupun gerakan-gerakan yang mengganggu keutuhan NKRI. Terungkap, para pemilik akun itu tak cuma berdomisili di Papua, tetapi juga di luar Papua.
”Tim kami bekerja 24 jam setiap hari untuk memonitor akun-akun penyebar ujaran kebencian, apalagi mendekati momen pilkada. Saat ini kami masih menempuh upaya persuasif dengan pemilik akun agar menghentikan tindakannya,” ujar Boy, di sela-sela Deklarasi Gerakan Antiberita Bohong, Selasa (13/3), di Jayapura.
Deklarasi Gerakan Antiberita Bohong di Taman Imbi, Kota Jayapura, itu dihadiri sekitar 300 orang dari berbagai kalangan. Mulai dari pelajar, mahasiswa, paguyuban warga berbagai suku, tokoh agama, tokoh adat, organisasi kepemudaan, hingga pegiat HAM.
Deklarasi juga dihadiri Pejabat Sementara Gubernur Papua Sudarmo, perwakilan Forum Kerukunan Umat Beragama Papua Toni Wanggai, dan Kepala Staf Kodam XVII/Cenderawasih Brigadir Jenderal I Nyoman Cantiasa.
Boy mengatakan, warga yang terbukti menyebarkan hoaks yang menyebabkan konflik dalam pilkada dan konflik akibat isu SARA akan dikenai pidana penjara 6 tahun dan denda Rp 1 miliar. Hal ini sesuai Undang-Undang Nomor 11/2008 dan perubahannya dalam Undang-Undang No 19/2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
”Setiap oknum warga yang menggunakan akun medsos untuk menyebarkan berita bohong atau kampanye yang menjatuhkan kandidat tertentu bisa memicu konflik antar simpatisan. Kami akan mengambil langkah cepat untuk memproses hukum,” kata Boy.
Ketua Pengadilan Tinggi Papua Setiawan Hartono berjanji akan menghukum seberat-beratnya oknum penyebar berita hoaks yang memicu pertikaian antarmasyarakat di Papua.
Sudarmo mendukung deklarasi Gerakan Antiberita Bohong. Ia menilai sinergi antara pemerintah daerah, aparat keamanan, dan masyarakat menjadi cara yang efektif untuk menangkal hoaks. ”Hoaks bisa menyebabkan disintegrasi dan adu domba antarwarga, khususnya di Papua. Saya meminta para jurnalis pun mendukung gerakan ini dengan menghadirkan berita yang sudah terverifikasi kebenarannya,” kata Sudarmo.
Bela hak perempuan
Di Lampung, empat kandidat calon gubernur-wakil gubernur Lampung pada Pilkada 2018 diminta berkomitmen untuk membela hak-hak perempuan. Selama ini, kaum perempuan di Lampung masih rentan terhadap pelecehan seksual dan kekerasan dalam rumah tangga. Selain itu, jaminan gizi dan akses pendidikan bagi perempuan juga dinilai masih lemah.
Hal itu dikatakan oleh Direktur Eksekutif Lembaga Advokasi Perempuan DAMAR Sely Fitriani, saat acara Dialog Publik ”Mimpi Cagub untuk Kemajuan Perempuan”, Selasa (13/3), di Bandar Lampung.
”Selama ini, peraturan pemerintah masih diskriminatif sehingga hak-hak perempuan belum jadi prioritas. Perempuan juga kurang mendapat akses berperan dalam struktur pemerintahan sehingga suaranya kurang didengar,” kata Sely.
Berdasarkan data Lembaga Advokasi Perempuan DAMAR, pada 2017, tercatat 540 kasus kekerasan seksual dan 219 kasus kekerasan dalam rumah tangga yang dialami perempuan. Hukuman terhadap pelaku kekerasan terhadap perempuan tergolong ringan. Bahkan, sejumlah kasus kekerasan seksual kerap tidak tertangani.
Di sektor pendidikan, persentase jumlah perempuan yang mendapat akses pendidikan SD hingga perguruan tinggi juga lebih rendah daripada laki-laki. Dari data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 2017, persentase perempuan yang lulus SMA hanya 24,37 persen. Tak hanya itu, buruknya layanan kesehatan gizi bagi kaum ibu dan anak juga membuat 59.838 anak balita di Lampung mengalami tubuh pendek. (FLO/VIO)