Sampai hari ini, jumlah anak putus sekolah di Kota Surabaya, Jawa Timur, terutama dari siswa sekolah menengah atas dan kejuruan (SMA/SMK), terus bertambah. Tak kurang dari tiga surat permohonan bantuan biaya sekolah dari siswa SMA/SMK setiap hari masuk ke Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini. Maka, tak heran yang masuk dalam daftar antrean untuk dibantu Pemerintah Kota Surabaya bisa mencapai 500 anak.
”Saya tak bisa menolak permohonan itu karena mereka rata-rata tidak mampu membiayai sekolah sehingga terancam putus sekolah. Namun, secara undang-undang, SMA/SMK sejak tahun 2017 menjadi tanggung jawab pemerintah provinsi,” kata Risma dalam setiap pertemuan. Hal serupa diungkap lagi akhir pekan lalu ketika bertemu warga Surabaya di eks Gedung Siola, Jalan Tunjungan, Surabaya.
Sejak 2011 hingga 2017, seluruh siswa SD hingga SMA/SMK negeri di Surabaya bebas biaya sekolah. Pelajar SMK bahkan tak perlu gusar terkait uang praktikum, termasuk pembelian alat serta bahan baku. Pemerintah Kota Surabaya menanggung semua biaya itu.
Menggratiskan biaya pendidikan diterapkan Pemkot Surabaya sejak 2011. Hal itu dilakukan, salah satunya, agar SMK diminati. Alasannya, kebutuhan biaya sekolah siswa SMK lebih besar dibandingkan dengan siswa SMA karena ada praktikum. ”SMK dianggap sebagai sekolah khusus bagi orang yang tak mampu. Padahal, realitanya, biaya untuk siswa SMK justru lebih banyak ketimbang SMA. Maka, begitu siswa wajib bayar SPP (sumbangan pembinaan pendidikan), banyak siswa, terutama siswa SMK, terancam putus sekolah,” kata Risma.
Banyak siswa terancam putus sekolah begitu Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang diterapkan sejak Januari 2017 mewajibkan seluruh pelajar SMA/SMK membayar uang sekolah. Gubernur Jawa Timur Soekarwo telah menetapkan besaran SPP SMA/SMK melalui surat edaran, setiap daerah bervariasi, mulai dari Rp 60.000 hingga Rp 175.000 per bulan per siswa. Dana ini baru SPP, belum termasuk biaya lain, seperti praktikum.
Untuk merespons begitu banyaknya permohonan bantuan biaya sekolah yang diajukan para siswa kepada pemerintah kota, Pemkot Surabaya melalui Dinas Pengendalian Penduduk, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak (DP5A) Surabaya terus memperhatikan dan memfasilitasi kebutuhan anak-anak yang mengalami permasalahan kesejahteraan sosial. Melalui acara tatap muka secara langsung bersama Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini, problematika anak putus sekolah di Surabaya diharapkan bisa terselesaikan.
Seperti pada Sabtu (10/3), di eks Gedung Siola, di hadapan puluhan anak putus sekolah, Risma menyampaikan agar mereka belajar untuk hidup secara mandiri dan tidak terus bergantung kepada orangtua. Sebab, tidak selamanya orangtua mampu menopang kehidupan mereka. ”Mulailah dengan hidup mandiri dan jangan terus bergantung pada orangtua kalian,” ujarnya saat memberikan pengarahan kepada anak putus sekolah.
Setiap orang pasti butuh makan dan butuh masa depan. Maka, wali kota sarat prestasi tersebut berpesan agar anak-anak putus sekolah mau mengubah jalan hidupnya menjadi lebih baik. ”Jika kalian tidak bisa memikirkan masa depan kalian sendiri, terus siapa yang akan memikirkan. Sebab, orangtua kalian tidak bisa mendampingi kalian terus,” ujar Risma kepada puluhan anak putus sekolah.
Dalam kesempatan ini, Risma kemudian memberikan kesempatan kepada anak-anak putus sekolah untuk menyampaikan secara langsung apa saja keluhan dan permasalahan mereka. Salah satu yang menarik adalah pernyataan yang disampaikan oleh Adi Wicaksono (16) tahun. Adi, siswa SMK yang putus sekolah, kemudian memilih mencari uang setiap malam dengan cara mengamen. ”Kamu nanti ikut kejar paket. Jadi, ojok keluyuran ae (jangan keluyuran saja), kasihan orangtuamu,” ucap Risma sambil menepuk-nepuk pundak Adi.
Kamu nanti ikut kejar paket. Jadi, ojok keluyuran ae, kasihan orangtuamu.
Sebab, menurut Risma, sebenarnya alasan anak putus sekolah ini bermacam-macam. Mulai dari karena memang malas sekolah hingga tingkat kenakalan mereka. Namun, ada pula yang memang tidak mampu membayar biaya sekolah. ”Untuk itu, perlu dicari tahu pemicunya sehingga ada solusi agar anak-anak ini bisa mengakses masa depan mereka,” ujar Risma.
Upaya lain adalah dengan mengembalikan mereka ke pendidikan formal dan nonformal. Pihaknya juga akan menyisipkan beberapa kegiatan dalam upaya mengembangkan minat dan bakat anak, seperti mengarahkan mereka yang kreatif menuju ke koridor yang sesuai dan memberikan bimbingan usaha bagi anak yang ingin berwirausaha melalui program Pejuang Muda. ”Yang ingin usaha nanti diberi kesempatan ikut pelatihan dan, kalau usianya sudah 18 tahun, baru diberikan modal,” katanya.
Risma menambahkan, esensi utama dari acara ini adalah bagaimana bisa mengembalikan mereka ke sekolah supaya mampu mengubah hidupnya ke arah yang lebih baik karena orang hidup itu harus punya bekal, yakni pendidikan. ”Kami coba akan treatment lebih detail lagi untuk mengetahui ketertarikan mereka itu di bidang apa supaya bisa langsung kami fokuskan ke mana dan ke bisnis apa,” ucapnya.
Salah satu upaya Pemkot Surabaya membantu siswa yang terancam putus sekolah untuk meraih mimpi dengan menyelesaikan pendidikan adalah dengan menggandeng perusahaan swasta, badan usaha milik negara (BUMN), dan lembaga-lembaga. Banyak perusahaan, termasuk BUMN, rutin memberikan bantuan perlengkapan dan biaya sekolah bagi anak-anak yang kurang mampu.
Bahkan, Pemkot Surabaya melalui Dinas Sosial Kota Surabaya setiap tahun menggelar Campus Social Responsibility (CSR) dengan melibatkan sedikitnya 100 mahasiswa dari sejumlah perguruan tinggi negeri dan swasta di Surabaya untuk mendampingi anak-anak yang terancam putus sekolah.
Program CSR ini, kata Kepala Dinas Sosial Surabaya, digelar untuk mewadahi anak-anak yang terancam putus sekolah akibat bermacam faktor, mulai dari masalah ekonomi, rumah tangga orangtua yang kurang harmonis, lingkungan sekolah yang kurang nyaman bagi mereka (perundungan), hingga pengaruh dari luar sekolah dan keluarga (obat-obat terlarang dan game). Selama satu tahun, mahasiswa bertugas sebagai kakak pendamping. Mereka wajib mendampingi adik-adik asuhnya hingga bisa kembali bersekolah.