SIDOARJO, KOMPAS — Untuk memperkuat cadangan minyak dan gas dalam negeri serta menjawab tantangan pertumbuhan ekonomi nasional, produksi minyak dan gas di wilayah Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara perlu dioptimalkan.
Namun, upaya itu masih terhambat adanya kendala nonteknis seperti konflik sosial dengan masyarakat.
Untuk meminimalkan hambatan yang bersifat nonteknis, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Wilayah Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara (Jabanusa) berupaya membangun komunikasi dengan pemerintah daerah di tingkat provinsi ataupun kabupaten dan kota sebagai daerah penghasil.
”Salah satunya adalah Kabupaten Sidoarjo yang memiliki potensi cadangan migas besar, tetapi produksinya sangat rendah selama hampir 12 tahun belakangan,” ujar Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Wilayah Jabanusa Ali Masyhar, Rabu (7/3) di Sidoarjo.
Ali mengatakan, peningkatan produksi migas dilakukan dengan memaksimalkan kegiatan pemeliharaan sumur tua dan menambah sumur migas baru. Kedua kegiatan ini memerlukan sejumlah perizinan dari pemerintah daerah penghasil dan dukungan penuh dari masyarakat.
SKK Migas Jabanusa berkontribusi besar terhadap produksi migas nasional. Sebagai gambaran, produksi minyak dari lapangan Banyuurip, Kabupaten Bojonegoro, tahun lalu mencapai 200.000 barrel per hari (BPH).
Produksi minyak ini mencapai 30 persen dari total produksi nasional 800.000-820.000 barrel per hari. Tahun ini produksi minyak dari lapangan Banyuurip dioptimal menjadi 210.000-220.000 barrel per hari.
Selain itu, akan ada penambahan produksi minyak dari lapangan Kedung Keris yang berjarak 16 km dari lapangan Banyuurip dengan potensi tambahan produksinya sekitar 6.000 barrel per hari.
Ali mengatakan, pihaknya juga perlu mengoptimalkan produksi gas di Jatim karena kontribusinya baru 10-15 persen terhadap produksi nasional.
Salah satu peluang menggenjot produksi gas di Jatim dengan mendorong perusahaan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) Migas Lapindo Brantas Inc Lapindo menguasai Blok Migas Brantas yang wilayah kerjanya luas, antara lain Kabupaten Jombang, Sidoarjo, dan Pasuruan.
Lapindo memiliki 30 sumur migas di Sidoarjo, tetapi produksinya terus menurun hingga tinggal 3-5 juta kaki kubik per hari pada 2016.
Setelah dilakukan pemeliharaan (work over) terhadap sejumlah sumur migas, produksi gas naik jadi 10-15 juta kaki kubik per hari. Namun, kenaikan produksi itu tidak signifikan karena cadangan migas di Blok Brantas sangat besar.
Manager Public Relations Lapindo Brantas Inc Arief Setyo Widodo mengatakan, perusahaannya akan meningkatkan produksi gas dengan mengebor sumur baru di Kabupaten Jombang dan Sidoarjo.
Menurut rencana, ada tiga sumur baru, yakni dua di Sidoarjo lokasinya di Kecamatan Tanggulangin dan Porong serta satu sumur migas di Jombang.
”Produksi gasnya diharapkan mampu mencapai ratusan juta kaki kubik per hari. Untuk sumur migas di Jombang, seluruh proses perizinannya sudah selesai,” ucap Arief Setyo Widodo.
Sementara pengeboran sumur migas baru di Tanggulangin dan Desa Wunut, Kecamatan Porong, masih terkendala faktor nonteknis, yakni adanya konflik sosial dengan masyarakat. Oleh karena itulah, Lapindo berharap SKK Migas dan Pemkab Sidoarjo turun tangan.