DENPASAR, KOMPAS — Kalangan penegak hukum di Provinsi Bali diminta terus mempererat kerja sama dan meningkatkan konsolidasi serta koordinasi. Langkah ini diyakini menjadi salah satu senjata efektif dalam memerangi peredaran narkotika di wilayah tersebut.
”Bali adalah wajah Indonesia. Karena itu, penanganan dan pengendalian narkotika di Bali harus optimal. Kuncinya adalah optimalisasi kerja sama dan koordinasi antarlembaga penegak hukum di Bali,” kata Wakil Ketua Komisi III DPR Desmond Junaidi Mahesa selaku Ketua Tim Komisi III dalam kunjungannya ke Polda Bali di Denpasar, Rabu (28/2).
Kepala BNN Bali I Putu Gede Suastawa menyatakan, prevalensi penyalahgunaan narkoba di Bali mencapai 1,62 persen pada 2017 dengan jumlah pengguna 50.539 orang. Kondisi itu lebih baik daripada tahun 2016 sekitar 62.457 orang dengan prevalensi penyalah guna 2,02 persen.
Adapun Kepala Polda Bali Irjen Petrus Reinhard Golose menyatakan, narkoba di Bali masih jadi ancaman serius. Itu sebabnya polisi terus mengawasi ketat. Apalagi, narkotika merupakan kejahatan terorganisasi dan kejahatan transnasional yang berkaitan dengan kejahatan terorganisasi dan transnasional lainnya yang mengancam bangsa.
Kepala Kejaksaan Tinggi Bali Jaya Kesuma menyebutkan, perkara narkotika terus bertambah karena penindakan kasus narkotika oleh kepolisian semakin banyak. Terkait maraknya peredaran narkoba di dalam lembaga permasyarakatan, Kepala Kanwil Kementerian Hukum dan HAM Bali Maryoto Sumadi menjelaskan, dalam penggeledahan internal dan gabungan bersama kepolisian dan BNN Bali selalu ditemukan narkoba. ”Tetapi, aparatur di LP Kerobokan juga berulang kali menggagalkan upaya memasukkan narkotika ke dalam penjara,” ujarnya.
Sementara itu, Kepolisian Resor Kota Denpasar mengungkap 37 kasus peredaran narkotika dan obat-obatan berbahaya selama Februari. Ada 45 orang ditangkap dan sebagian di antaranya pengguna. (COK)