OELAMASI, KOMPAS - Program pemberian beras sejahtera bagi warga miskin sejak 15 tahun terakhir belum mampu mendorong kemandirian masyarakat dalam mengembangkan ekonomi keluarga, terutama di Nusa Tenggara Timur.
Dikhawatirkan, pengadaan beras ini justru semakin memanjakan masyarakat sehingga tidak bekerja keras mengelola sumber daya alam setempat, demi meningkatkan produksi pangan lokal.
Pemberian beras miskin harus memiliki batas waktu tertentu jika beras itu diprioritaskan untuk membangun kemandirian masyarakat.
Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) Frans Lebu Raya ketika meluncurkan program beras sejahtera (rastra) atau beras untuk warga miskin (raskin) di Oelamasi, Selasa (27/2) mengatakan, pemerintah meluncurkan program rastra bagi warga sejak 15 tahun silam, bertujuan membangun kemandirian warga.
Namun, kata Gubernur NTT itu, sampai hari ini program rastra belum mencapai sasaran. Bantuan ini harus dilihat sebagai pendorong, memotivasi petani untuk bekerja lebih keras, mengolah lahan, menanam pangan lokal sebanyak mungkin, untuk mencapai kemandirian di bidang pangan.
"Tetapi sampai hari ini kemandirian di sektor pangan belum tercapai. Karena itu perlu evaluasi semua pihak seperti pemerintah pusat, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten dan kota, perwakilan petani, dan pengusaha,” kata Lebu Raya.
Lebu Raya lalu meminta kementerian sosial memberi batasan waktu kepada penerima rastra atau raskin sehingga mereka tidak selamanya bergantung pada program tersebut.
Pemerintah jangan berlebihan membiarkan masyarakat bergantung pada rastra yang dibagikan itu, yang didatangkan dari luar negeri (beras impor) sehingga sangat tidak elok jika program ini terus berkelanjutan.
Gubernur dua periode ini mengatakan, pemerintahan Presiden Joko Widodo terus berupaya memandirikan masyarakat NTT. Salah satunya, yakni membangun tujuh bendungan dengan kapasitas air di atas 10 juta meter kubik air.
Menurut gubernur, air bendungan itu mestinya dimanfaatkan masyarakat untuk bertani atau mengolah lahan. Tidak hanya untuk pertanian sawah, tetapi juga tanaman hortikultura dan palawija.
Di Kabupaten Kupang ada dua bendungan besar, yakni Tilong yang diresmikan Presiden Megawati Soekarnoputri pada 2004 dengan kapasitas air 17,9 juta meter kubik, dan Raknamo yang baru diresmikan Presiden Jokowi pada 9 Januari 2018 dengan kapasitas air 14 juta meter kubik.
Sekarang sedang dalam perencanaan untuk pembangunan bendungan di Manikin. "Itu berarti persediaan air di Kabupaten Kupang ini sangat melimpah. Sangat keterlaluan jika dengan bantuan seperti ini pun masyarakat belum mandiri,” katanya.
Bupati Kupang Ayup Titu Eki mengatakan, nama raskin diganti menjadi rastra, itu berarti bukan beras untuk orang miskin tetapi beras untuk warga sejahtera. Artinya beras itu mampu membangun kesejahteraan, dan kemandirian warga dari sisi pangan.
Oleh sebab itu, masyarakat tidak selamanya bergantung pada beras pemerintah ini karena suatu saat beras bantuan ini akan dihentikan.
Kepala Biro Setda NTT Petrus Keron mengatakan, bantuan pangan rastra diberikan masing-masing 10 kg per bulan per keluarga miskin.
Sementara bantuan pangan nontunai senilai Rp 110.000 per bulan per keluarga. Penyaluran uang ini melalui mekanisme uang elektronik untuk membeli bahan pangan di pedagang, yang disebut e-warong, bekerjasama dengan bank penyalur.
Pagu rastra untuk NTT tahun 2018 sebanyak 53.478 ton bagi 452.523 keluarga penerima. Ada penurunan dibanding tahun 2017 sebanyak 81.246 ton untuk 451.371 keluarga penerima.
Pada kesempatan itu hadir pula Dirjen Pemberdayaan Sosial dan Penanggulangan Kemiskinan Kementerian Sosial Hartono Laras, dan Kepala Bulog Divre NTT Efdal Marilius Sulaiman, unsur Forum Komunikasi antar Pimpinan Daerah, pejabat mewakili bupati/walikota di NTT, kepala dinas sosial kabupaten dan kota di NTT.