AMBON, KOMPAS — Pemerintah Provinsi Maluku meminta penyederhanaan regulasi perizinan di sektor perikanan. Ini untuk mendukung rencana pemerintah menjadikan Maluku sebagai salah satu lumbung perikanan nasional. Melalui langkah ini, diharapkan investasi di sektor tersebut tidak lagi terhambat.
Permintaan itu disampaikan Gubernur Maluku Said Assagaff saat menyambut kedatangan Presiden Joko Widodo di Bandara Pattimura, Ambon, Selasa (13/2) malam. ”Selama ini perizinan untuk kapal tangkap ikan di atas 30 DWT (dead weight tonnage) ada di tangan pemerintah pusat. Prosedur ini tak efektif sehingga menghambat investor masuk ke sini,” katanya.
Sebagai provinsi yang diproyeksikan menjadi lumbung ikan nasional, perlu kapal dengan kapasitas yang lebih besar. Potensi perikanan Maluku diprediksi 3 juta ton per tahun. Namun, yang dapat ditangkap hanya 560.000 ton per tahun. Masih banyak potensi ikan yang belum dimanfaatkan. ”Saya ingin produksi ikan dapat ditingkatkan lebih besar, paling tidak 1 juta hingga 1,5 juta ton per tahun,” kata Said.
Untuk mencapai target itu, Maluku perlu lebih banyak kapal tangkap ikan lebih dari 30 DWT. Paling tidak, pemerintah provinsi memiliki kewenangan untuk menerbitkan izin kapal tangkap ikan di bawah 100 DWT. Said berharap agar semua kesulitan ini bisa teratasi segera. Tujuannya agar banyak tenaga kerja yang terserap di sektor perikanan.
Presiden tiba di Ambon pukul 20.00 waktu setempat dengan menggunakan pesawat kepresidenan. Kunjungan Presiden Jokowi ke Maluku merupakan kunjungan yang keenam kali sejak menjabat sebagai presiden.
Pada kunjungan kali ini, Presiden dijadwalkan menghadiri pembukaan Kongres Ke-30 Himpunan Mahasiswa Islam, meresmikan Hindu dan Buddha Center, meresmikan program padat karya di Pulau Seram, serta membagikan Kartu Indonesia Pintar dan sertifikat tanah.
Keinginan pemerintah menjadikan Maluku sebagai lumbung perikanan nasional disampaikan Kamis (8/2) di sela acara peringatan HPN di Ambon. Saat itu, Presiden Joko Widodo menyampaikan bahwa pemerintah sedang menyelesaikan payung hukum yang menetapkan Maluku sebagai lumbung perikanan nasional. Adapun payung hukum itu bisa berupa keputusan menteri atau keputusan presiden.
Pakar transportasi maritim dari Universitas Pattimura, Marcus Tukan, berpendapat, kendala utama pembangunan di Maluku adalah transportasi laut. Banyak pulau belum dilayani kapal dengan baik, bahkan ada yang terisolasi selama berbulan-bulan. Kapal perintis yang disubsidi pemerintah hanya singgah di ibu kota kabupaten dan beberapa ibu kota kecamatan. Di Maluku terdapat 1.340 pulau, sekitar 300 di antaranya berpenghuni.
Konektivitas yang lemah itu memperlambat arus barang dan orang. Harga beras kualitas medium di bagian tenggara Maluku sekitar Rp 20.000 per kg. Padahal, harga eceran tertinggi untuk zona Maluku Rp 11.300 per kg. Jadi, sarana perhubungan laut diperkuat sembari membangun sumber industri berbasis keunggulan lokal. Kehadiran sarana angkutan bisa menggairahkan ekonomi setempat. (FRN/NDY)