KETAPANG, KOMPAS — Sebagian petani di Nanga Tayap, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, mulai meninggalkan cara bertani tradisional dengan sistem bakar.
Untuk mencegah kebakaran hutan, kebun, dan lahan, mereka tidak lagi membuka lahan dengan cara membakar. Hasilnya cukup signifikan untuk mengurangi titik api.
Kepala Desa Lembah Hijau II B Tri Gunawan di Nanga Tayap, Rabu (14/2), menyampaikan, ada dua kelompok tani di desanya yang sudah menerapkan pertanian ekologi terpadu. Sebanyak 29 petani yang tergabung dalam dua kelompok tani tersebut tidak lagi membuka lahan dengan cara membakar.
”Petani di kelompok itu sudah menerapkan pertanian tanpa bakar. Mereka terus dilatih dan dibina di kebun percontohan kemudian menerapkannya di kebun masing-masing,” kata Edi.
Yatimin (63), Ketua Kelompok Tani Sinar Harapan Desa Lembah Hijau II, menuturkan, kelompoknya sudah dua tahun menerapkan pertanian ekologi terpadu di kebun percontohan. Di areal seluas 2.500 meter persegi, mereka menanam sayuran. ”Selain tidak membakar lahan, kami juga menerapkan pertanian organik,” ujarnya.
Vice President Agronomy Sinar Mas Agribusiness and Food Wilayah Kalimantan Barat Junaidi Piliang mengatakan, desa-desa di Nanga Tayap yang sudah menerapkan pertanian ekologi terpadu merupakan desa peserta Program Desa Makmur Peduli Api (DMPA) dari Sinar Mas Agribusiness and Food.
”Program DMPA berhasil mengurangi titik panas dan kebakaran (titik api) di delapan desa di Nanga Tayap. Pada 2017, jumlah titik panas dan titik api di desa peserta Program DMPA telah menurun menjadi 12 titik panas dan 7 titik api dari 23 titik panas dan 5 titik api pada 2016, serta 213 titik panas dan 158 titik api pada 2015,” ungkapnya.