Jalan Lintas Sulawesi Siaga
MANADO, KOMPAS — Setelah tertimbun selama 24 jam, jalan lintas Sulawesi di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara, Jumat (9/2) pagi, sudah bisa dilalui kendaraan bermotor. Meski demikian, pengendara diingatkan agar selalu waspada karena hujan masih terus turun di wilayah itu. Di jalur tersebut ada belasan titik yang rawan longsor sehingga semua pihak diminta siaga.
”Jalan dari wilayah Bolaang Mongondow hingga Bolaang Mongondow Utara jaraknya sekitar 200 kilometer. Di sepanjang jalan itu terdapat banyak tebing dan jurang serta ada belasan titik yang berpotensi longsor. Karena itu, kami ingatkan pengendara agar selalu waspada dan bersiaga. Apalagi hujan masih terus turun,” kata Kepala BPJN Wilayah XV Sulawesi Utara-Gorontalo Riel Mantik di Manado.
Longsor pada Kamis lalu tersebar pada delapan titik di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara, persisnya dari Komus hingga wilayah Tote berjarak 50 kilometer. ”Kami mengerahkan empat alat berat dan 100 petugas untuk mengangkat material tanah di Komus. Dari situ, kami bergerak ke Tote. Sejauh ini lalu lintas sudah lancar,” ujarnya.
Bupati Bolaang Mongondow Utara Depri Pontoh mengatakan, tanah longsor membuat jalan Trans-Sulawesi macet total selama 17 jam sejak Kamis dini hari hingga malam hari. Antrean kendaraan roda empat dan truk yang mencapai 2 kilometer memaksa para sopir tidur di mobil. Seorang sopir yang sakit harus dievakuasi ke puskesmas terdekat dengan tandu oleh masyarakat.
Hujan lebat yang terus turun di Manado dan Minahasa Tenggara selama tiga hari memaksa ribuan warga di bantaran daerah aliran Sungai Tondano di kawasan Karame, Wawonasa, dan Komo Luar harus mengungsi.
Berdasarkan pantauan Kompas,Kamis malam, sejumlah warga terpaksa keluar rumah sambil membawa kasur dan menginap di wilayah yang lebih aman, seperti di rumah ibadah dan kantor kelurahan. Beberapa warga menyatakan kekhawatiran terjadi banjir. Sebagian warga di bantaran sungai tampak berjaga- jaga di luar rumah sambil mengamati kenaikan muka air di Sungai Tondano. ”Air sungai sudah tinggi. Kami takut airnya meluap saat kami tidur,” kata Ahmad Noho, warga Komo Luar.
Waspada di Jateng
Banjir dan longsor juga masih mengancam sejumlah daerah di Jawa Tengah, termasuk di Kabupaten Kudus dan Jepara. Masyarakat diminta waspada, khususnya saat hujan deras mengguyur daerah dengan permukaan tanah rendah dan daerah perbukitan.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kudus Bergas C Penanggungan mengatakan, longsor di Desa Ternadi, Kecamatan Dawe, Kudus, pada Kamis siang karena hujan deras. Longsor itu sepanjang 10 meter dengan ketinggian 3 meter. ”Ada dua rumah yang terdampak. Jumat pagi, material dibersihkan,” kata Bergas.
Di Jepara, banjir bandang terjadi di Desa Sumber Rejo, Kecamatan Donorojo, Kamis pagi, yang menyebabkan sekitar 100 rumah terendam hingga ketinggian sekitar 2 meter. Camat Donorojo, Sutana, mengemukakan, banjir disebabkan hujan deras yang mengakibatkan luapan pada pertemuan aliran tiga sungai di Desa Sumber Rejo.
Sementara itu, selama dua bulan terakhir, 11 orang tewas dipicu oleh cuaca buruk. Korban tewas sebagian besar disambar petir dan hanyut diterjang luapan banjir. Sebanyak 21 jembatan dan 1 unit dermaga rusak berat. Meski penuh risiko, transportasi beroperasi seperti biasa.
Kepala BPBD Nusa Tenggara Timur Tadeus Tini di Kupang, Jumat, mengatakan, 11 orang yang tewas itu terdiri dari 5 orang disambar petir di Manggarai Barat dan Manggarai, 4 orang terseret luapan sungai, dan 2 orang tertimpa pohon. ”Jumlah ini jauh lebih kecil dibanding periode yang sama pada 2017, yakni 23 orang. Sosialisasi mitigasi bencana di 22 kabupaten/kota yang dilakukan pemda dan LSM dapat meminimalisasi korban jiwa akibat cuaca buruk tahun ini. Sementara kerusakan rumah penduduk dan fasilitas umum relatif sama,” katanya. (ZAL/DIT/KOR)