JEMBER, KOMPAS — PT Perkebunan Nusantara XII menghadapi berbagai persoalan yang menyebabkan penurunan laba sejak 2013. Untuk itu, dibutuhkan inovasi guna mengoptimalkan potensi perusahaan guna meraih laba.
Inovasi yang dicari PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XII ialah proses yang lebih efektif dan efesien untuk menekan biaya produksi. ”Sejak 3 tahun lalu margin laba kami mengalami penurunan dari semula di atas Rp 100 miliar pada 2013 menjadi Rp 38 miliar di 2016. PTPN XII berharap bisnis utama berupa perkebunan karet, kopi, dan kakao dapat berproduksi secara efektif dan efesien,” ujar Manajer Perkebunan Kalisenen PTPN XII Yualianto dalam diskusi yang digelar Pusat Intermediasi dan Inovasi (PII) Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Jember Rabu (31/1).
Yualianto mengatakan, peningkatan laba tidak dapat dilakukan PTPN XII dengan melakukan ekspansi lahan. Pasalnya, lahan perkebunan dan persawahan semakin sempit, karena banyak digunakan untuk membangun perumahan. Upaya yang bisa dilakukan agar usaha milik PTPN XII tetap tumbuh adalah melakukan diferensiasi usaha dan meningkatkan efektivitas dan efesiensi produksi.
Beberapa persoalan yang dihadapi PTPN XII, yakni besaran upah minimum regional yang terus naik, tetapi tidak diringi dengan kenaikan hasil penjualan komoditas. Karena itu, dalam penjualan komoditas, hasil produksi kerap tidak sejalan dengan harga jual. Saat hasil produksi melimpah, harga justru anjlok.
Ia mencontohkan harga karet yang tak kunjung pulih tiga tahun terakhir, padahal biaya penderes karet terus naik. ”Kami butuh inovasi berupa alat yang mengkin bisa menderes semi permanen sehingga pekerja bisa menderes getah karet tiga kali lebih banyak.
Dia juga berharap para peneliti Universitas Jember memberikan masukan tentang cara pemupukan yang efektif dan efesien. Selain itu, pembuatan pupuk dari limbah kebun kakao, kopi, dan karet juga diharapkan dapat menekan biaya produksi.
”Kami butuh masukan yang dapat mengubah prosedur standar operasi dalam kegiatan kami berkebun. Harapannya inovasi itu membuat produksi semakin efektif dan efesien sehingga laba yang kami peroleh menunjukkan tren peningkatan,” ujarnya.
Kepala Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LP2M) Universitas Jember Achmad Subagio menilai tingginya biaya produksi dipicu minimnya mekanisasi proses produksi. ”Kami akan bantu ciptakan beberapa alat mekanisasi perkebunan. Kami juga melihat, PTPN XII belum memiliki survei data produktivitas lahan. Bila dibutuhkan, kami akan mempelajari kondisi lahan dan mutu tanah,” ujarnya. (GER)