PALEMBANG, KOMPAS — Dinas Perhubungan Sumatera Selatan menetapkan kuota sebanyak 1.700 taksi berbasis daring yang dapat beroperasi di Sumsel.
Namun, Asosiasi pengemudi taksi online atau daring (dalam jaringan) meminta pemerintah mengkaji kembali jumlah kuota dan memperpanjang waktu transisi agar mereka dapat memenuhi persyaratan yang ditetapkan. Saat ini, jumlah taksi daring yang beroperasi di Sumsel mencapai 3.000 unit.
Ketua DPD Asosiasi Driver Online (ADO) Sumsel Yoyon, di Palembang, Selasa (30/1), mengatakan, kuota yang ditetapkan tidak sesuai dengan jumlah taksi daring yang ada di Sumsel.
”Di Palembang saja, jumlah taksi online mencapai 3.000 unit. Yang terdaftar di asosiasi kami saja ada sekitar 1.500 unit,” ujar Yoyon.
Kuota itu disebar di beberapa daerah. Kota Palembang, Ogan Ilir, dan Banyuasin mendapatkan kuota 1.000 unit, sedangkan 700 unit lainnya disebar di 13 kabupaten/kota lain.
Penentuan ini berdasarkan tiga indikator yang ditetapkan oleh Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 108 Tahun 2017.
”Kami khawatir akan banyak pengemudi taksi online yang harus kehilangan pekerjaannya,” lanjut Yoyon.
Menurut dia, di beberapa daerah di Sumsel belum ada layanan taksi daring, tetapi sudah ditetapkan kuotanya. ”Lebih baik kuota tersebut disebar di beberapa wilayah yang sudah ada layanan taksi online sehingga peluang untuk terdaftar semakin besar,” ujarnya.
Selain itu, pihaknya berharap ada pengawasan dari pemerintah agar dalam pemberian kuota kepada badan usaha tidak terjadi monopoli yang akhirnya bisa merugikan pengemudi taksi daring.
Saat ini, ujar Yoyon, pihaknya tengah fokus untuk membuat koperasi sebagai wadah pengemudi taksi daring. ”Kami sedang mengurus perizinannya,” katanya.
Untuk mendapatkan surat keputusan perizinan melalui Kementerian Koperasi yang membutuhkan waktu 3-6 bulan. Pihaknya meminta tambahan waktu masa transisi karena kemungkinan perizinan pembuatan koperasi baru terbentuk hingga Maret 2018.
Sampai saat ini, ada lima badan usaha yang sudah mendaftar ke Dinas Perhubungan Sumsel sebagai wadah taksi daring.
Permenhub itu juga menetapkan setiap pengemudi taksi daring harus mengantongi SIM A umum dan melakukan uji berkala kendaraan bermotor (kir). Yoyon tidak keberatan dengan keputusan tersebut.
Menurut dia, langkah ini bertujuan agar pengemudi yang mengoperasikan taksi daring memiliki kemampuan yang sesuai dan kendaraan yang digunakan sesuai standar. Namun, Yoyon berharap, proses tersebut dapat dilakukan secara kolektif sehingga tidak menyulitkan pengemudi daring.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Sumsel Nelson Firdaus mengatakan, aturan yang ditetapkan mengenai jumlah kuota, keberadaan badan usaha, serta kelengkapan SIM A umum dan uji kir sudah diatur dalam Peraturan Gubernur Nomor 2 Tahun 2018 yang merupakan turunan dari Permenhub No 108/2017.
”Semua aturan sudah dikaji melalui sejumlah indikator, termasuk penetapan kuota,” katanya.
Mengenai kemungkinan perubahan kuota, nantinya akan dilihat dari kondisi kebutuhan masyarakat. ”Untuk saat ini, isi saja dulu kuota yang sudah ada. Sekarang saja baru 10 pengemudi taksi online yang terdaftar,” ucapnya.
Pergub No 2/2018, lanjut Nelson, mulai berlaku per Februari 2018 dan akan dilakukan sosialisasi dan operasi simpatik untuk menyebarluaskan aturan ini. Dia berharap, aturan ini dapat menjadi payung hukum bagi pengemudi taksi daring dalam melakukan aktivitas.