SURABAYA, KOMPAS — Petani tebu yang tergabung dalam Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia meminta pemerintah segera merealisasikan lelang gula rafinasi secara daring. Lelang diyakini membuat tata niaga gula rafinasi semakin transparan dan mencegah rembesan gula rafinasi yang dapat merugikan petani tebu.
”Selama Juli hingga Oktober 2017, gula petani tidak ada yang laku, semua menumpuk di gudang. Lalu, gula dari mana yang dikonsumsi masyarakat? Ini salah satu indikasi adanya rembesan,” kata Ketua Dewan Pembina Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Arum Sabil saat Rapat Evaluasi Giling 2017 dan Persiapan Giling 2018, Senin (15/1) di Surabaya.
Sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 117 Tahun 2015 Pasal 9, gula kristal rafinasi hanya bisa didistribusikan kepada industri. Gula impor tersebut tidak boleh dijual kepada masyarakat umum karena gula konsumsi disuplai dari gula tebu rakyat.
Menurut Arum, kebutuhan gula masyarakat mencapai 250.000 ton setiap bulan. Kebocoran tersebut mengakibatkan kerugian petani tebu karena gula sebanyak 1.000.000 ton tidak laku di pasaran. Petani tidak dapat segera menikmati hasil bertanam karena tidak ada pihak yang membeli gula mereka. Oleh sebab itu, dia berharap lelang gula rafinasi secara terbuka melalui daring segera terwujud tahun ini agar kejadian tahun lalu yang merugikan petani tidak terulang.
Arum menuturkan, APTRI mendukung kebijakan lelang gula rafinasi. Menurut dia, lelang secara terbuka bisa memunculkan transparansi. Masyarakat, termasuk petani tebu, akan mengetahui secara pasti jumlah bahan baku gula yang diimpor, industri yang mengolah, dan penggunanya. ”Langkah ini bisa menjadi kontrol masyarakat sehingga jika ada perembesan bisa dilacak dan ditindak oleh penegak hukum,” ujarnya.
Transparansi pada gula rafinasi juga dinilai memberikan keadilan kepada seluruh pelaku industri gula konsumsi dan rafinasi. Selama ini, hanya petani tebu rakyat dan pabrik tebu yang diminta transparansi terkait data, seperti produktivitas dan rendemen. Namun, data tersebut tidak diberlakukan untuk gula rafinasi sehingga jika terjadi keanehan di gula yang beredar di masyarakat, saling menuding antar-institusi.
Pada 2018 pemerintah akan mengimpor gula rafinasi sebanyak 2,3 juta ton. Lelang gula rafinasi secara daring ini dilaksanakan PT Pasar Komoditas Jakarta. Pemerintah berulang kali mengemukakan, tujuan utama penyelenggaraan lelang ini adalah untuk mencegah kebocoran gula rafinasi. Pada 2017, diperkirakan terjadi kebocoran gula rafinasi sebanyak 500.000-700.000 ton.
Bali berpotensi
Sementara itu, PT Perkebunan Nusantara XI melihat potensi Bali untuk menjadi salah satu lokasi pengembangan industri tebu. Direktur Utama PTPN XI Moh Cholidi mengatakan, pihaknya diminta Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian melihat potensi tanaman tebu di Buleleng, Bali.
Menurut survei, ada lahan seluas 5.000 hektar hingga 12.000 hektar yang berpotensi ditanami tebu. Daerah tersebut memiliki tingkat kesuburan tanah yang baik sehingga cocok ditanami tebu.
Jika nanti ide itu direalisasikan, bakal ada pabrik gula baru di Bali sehingga tebu yang ditanam langsung diolah tanpa membutuhkan biaya angkut yang tinggi jika digiling di Jawa. ”PTPN XI sedang melakukan studi kelayakan lokasi. Kami sudah melihat lahan, bertemu dengan kepala desa, camat, dan bupati untuk membahas rencana ini,” kata Cholidi.