Akibat Bencana Alam, Aceh Alami Kerugian Rp 1,5 Triliun
Oleh
·2 menit baca
Direktur Walhi Aceh Muhammad Nur, di Banda Aceh, Senin (8/1), mengatakan, nilai kerugian dihitung dari kerusakan infrastruktur, lahan pertanian, dan harta benda milik warga. Nilai itu meningkat karena intensitas bencana alam makin sering dan berlangsung dalam durasi panjang. Misalnya, bencana banjir di Kabupaten Aceh Utara, Aceh Singkil, dan Kota Subulussalam berlangsung hingga satu minggu.
Banjir bandang yang terjadi di Aceh Tenggara juga merusak infrastruktur publik, seperti jalan, rumah ibadah, dan sekolah. Pada tahun yang sama kebakaran hutan di Aceh Barat dan Nagan Raya mengakibatkan kerugian bagi petani. ”Intensitas bencana alam semakin tinggi. Ini terjadi karena laju kerusakan alam kian parah,” kata Nur.
Banjir dan longsor merupakan bencana yang paling sering terjadi. Pada 2017, banjir terjadi 38 kali dan longsor 25 kali. Angka itu meningkat dibandingkan dengan tahun 2016, yakni banjir 26 kali dan longsor 8 kali. Kerusakan hutan menjadi salah satu pemicu bencana banjir dan longsor.
Walhi Aceh memperkirakan, pada 2017, fungsi kawasan hutan yang hilang mencapai 26.000 hektar. Kerusakan terjadi karena penambangan emas ilegal, pembangunan infrastruktur, alih fungsi perkebunan, dan pembalakan liar. ”Kerusakan lingkungan berbanding lurus dengan bencana alam. Saya melihat bencana hidrologi masih mengancam Aceh,” kata Nur.
Mengamati rencana pembangunan ke depan, Nur memperkirakan, potensi kerusakan hutan masih terjadi. Proyek pembangunan pembangkit listrik dan jalan tol yang masuk kawasan hutan mengancam kelestarian hutan. ”Pembangunan dalam kawasan hutan tidak berperspektif menjaga lingkungan,” kata Nur.
Siapkan langkah
Ketua Forum Pengurangan Risiko Bencana Aceh Nasir Nurdin mengatakan, bencana alam berdampak terhadap ekonomi dan sosial. Nurdin berharap pemerintah menyiapkan langkah konkrit jangka panjang untuk mengurangi dampak bencana. ”Solusi jangka pendek dan panjang harus segera dipikirkan oleh pemerintah,” kata Nurdin.
Kepala Bidang Kedaruratan Badan Penanggulangan Bencana Aceh Syahril mengakui pemicu banjir, selain karena intensitas hujan yang tinggi, juga diperparah oleh kerusakan hutan yang bertambah masif. Selain itu, banyak daerah yang tidak memiliki sistem saluran pembuangan air yang memadai.
”Daerah tangkapan air banyak yang rusak sehingga air langsung mengalir ke sungai. Pada saat yang sama sungai banyak yang dangkal sehingga air meluap ke permukiman warga,” ujar Syahril.
Beberapa solusi menangani banjir di daerah-daerah rawan banjir adalah membangun bendungan, normalisasi sungai, menjaga kelestarian hutan terutama di daerah tangkapan air, dan membangun saluran pembuangan air yang terintegrasi. Namun, program ini belum banyak dikerjakan. (AIN)