Sejak moda angkutan ojek daring (online) berkembang, warga Kompleks Arcamanik Endah, Kelurahan Sukamiskin, Kota Bandung, merasa tidak nyaman. Bukan karena kehadiran angkutan berbasis aplikasi, melainkan karena sering terjadi peristiwa akibat konflik antara ojek pangkalan (opang) dan ojek daring.
”Tiba-tiba ada anak sekolah diturunkan oleh pengojek lain, padahal anak itu mau berangkat sekolah. Ada pengojek online yang mengantar makanan ke kompleks kami, helmnya ditahan. Warga menjadi resah,” ujar Sunarya Haeruman (54), Ketua Rukun Warga (RW) 013 Kompleks Arcamanik Endah, Senin (27/11/2017).
”Suasana di perumahan kami menjadi tegang. Pernah juga terjadi kekerasan fisik sehingga suasana mencekam. Padahal, mereka bukan warga kami,” kata Achdiyat Kartamiharja (60), warga Arcamanik Endah.
Atas pengaduan warga, Ketua RW 013 mengirim surat ke kepolisian dan kecamatan. Warga juga membuat spanduk yang isinya mengecam tindakan main hakim sendiri. Pilihan moda transportasi adalah hak warga.
Polsek Arcamanik pun mengundang para ketua RW di Arcamanik dan pengemudi opang. Dalam pertemuan di Polsek Arcamanik, Jumat (6/10), para ketua dari tujuh RW menceritakan sejarah berdirinya opang yang dibangun warga. Struktur organisasi dan aturan dibuat para ketua RW. Misalnya, opang harus jaga malam, tarif berdasarkan kesepakatan dan helm diberi nomor. Namun, lama-kelamaan hal itu tidak terkontrol akibat komunikasi tidak intens, apalagi ketua RW sudah berganti.
Para ketua RW minta suasana di pangkalan ojek dikembalikan ke kondisi semula, terutama soal keamanan dan ketertiban. ”Warga kompleks Arcamanik tetap menggunakan beragam transportasi, opang maupun ojek online,” ujar Achdiyat yang juga Ketua Forum RT/RW Jawa Barat.
Kesepakatan
Pertemuan yang difasilitasi Kepala Polsek Arcamanik Komisaris Anang Suanji menghasilkan lima kesepakatan, yakni tidak ada masalah lagi antara opang dan daring, sepakat dibuat pertemuan rutin, berbagai peristiwa yang pernah terjadi dianggap selesai, pengurus opang harus mengontrol para anggota dan tidak membuat keributan/anarkistis di Kompleks Arcamanik Endah.
Menurut Sunarya dan Achdiyat, warga menerima secara terbuka kedua pelaku transportasi rakyat di kompleks itu. Beberapa tahun silam ketika akan ada angkutan kota ke kompleks itu, para ketua RW menolak untuk menolong opang yang berjumlah sekitar 300.
Setelah kesepakatan dibuat, situasi di kompleks aman kembali. Sekarang, ojek daring sudah berani masuk, mengantar orang maupun makanan.
Forum RT/RW Jawa Barat berharap ketegangan di antara para pelaku transportasi itu segera diakhiri. Di Kota Bandung ketegangan masih kerap muncul. Aliansi pengemudi transportasi berbasis aplikasi daring yang tergabung dalam Gerakan Aksi Bersama atau Geram Online Bandung Raya mencatat ada tiga pengemudi luka-luka dari 10 tindak kekerasan dalam periode 2015-2017 di wilayah Bandung Raya.
Kuasa Hukum Himpunan Driver Bandung Raya, bagian dari Geram Online Bandung Raya, Marudut Sianipar, mengatakan, 10 tindak kekerasan itu terjadi pada pengemudi transportasi daring roda dua maupun empat. Kekerasan yang dialami mulai dari kekerasan verbal, penyitaan kunci serta ponsel secara paksa, hingga kekerasan fisik.
Marudut mengatakan, sebetulnya kekerasan yang dialami pengemudi daring sangat banyak, lebih dari 10. Namun, banyak masalah bisa diselesaikan secara kekeluargaan atau korban tak meneruskan perkara.
Bukan kejahatan
Dalam aksi unjuk rasa yang dihadiri sekitar 1.000 pengemudi di depan Gedung Sate, Kota Bandung, Senin (20/11), Koordinator Aksi Geram Online Bandung Raya Andrian Mulyaputra mengatakan, pekerjaan yang dilakukan sekitar 13.500 pengemudi transportasi daring di Kota Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Bandung, dan Kabupaten Bandung Barat, bukan kejahatan. Ia meminta kepolisian melindungi warga, termasuk pengemudi daring, dalam mencari nafkah.
Kepala Satuan Pembinaan Masyarakat Kepolisian Resor Kota Besar Bandung AKBP Hermansyah mengatakan, pihaknya mendengarkan aspirasi pengunjuk rasa. ”Saya akan menyampaikan kepada pimpinan kami,” ujarnya melalui megafon.
Pengemudi juga memohon revisi Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 108 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek. Menurut Andrian, ada poin-poin peraturan yang belum bisa dilaksanakan di lapangan.
Ia mencontohkan, kewajiban pengemudi daring memasang stiker pada kendaraan belum bisa dilaksanakan. Stiker itu baru akan dibagikan Kementerian Perhubungan apabila pengemudi daring tergabung dan tercatat dalam sebuah badan hukum.
Dalam aturan diperbolehkan membuat badan hukum baru atau bergabung dengan badan hukum yang ada, yakni koperasi angkutan kota. ”Karena belum ada stiker, banyak yang menilai kami ilegal,” kata Andrian.