”Banyak instrumen di waduk. Kalau listrik mati, pengaruhnya akan besar. Misalnya, saat musim hujan kemudian banjir. Dengan panel surya, kami bisa mandiri,” ujar Ruhban Ruzziyatno, Kepala Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pemali Juana, Kamis (4/1, di Semarang.
Adapun panel surya itu dapat menghasilkan 300 kilowatt-peak (kWp) setara sekitar 290.000 kilowatt-jam (kWh) per tahun. Jika pemakaian di atas 300 kWh akan dikenakan biaya, tetapi jika kurang dari itu, sisa daya yang dihasilkan diserahkan ke PLN.
Saat ini masih masa perawatan panel surya. ”Apabila ada kerusakan atau hal-hal yang kurang, langsung kami perbaiki. Ke depan, kami juga akan menyiapkan instalasi penyimpanan sehingga nantinya listrik bisa disimpan, serta dimanfaatkan pada malam hari,” kata Ruhban.
Pemanfaatan energi terbarukan dengan panel surya di Waduk Jatibarang merupakan proyek percontohan yang dicanangkan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono. Optimalisasi juga nantinya mengarah pada wisata. Ke depan akan ada penataan lampu serta air mancur menari.
Andi Baskara, Kepala Satuan Kerja Operasi dan Pemeliharaan BBWS Pemali Juana mengemukakan, pemanfaatan panel surya juga sebagai upaya mendorong penggunaan energi terbarukan. ”Kebetulan, Waduk Jatibarang memiliki cukup lahan, jadi kami manfaatkan,” katanya.
Waduk Jatibarang diresmikan pada 2014, dengan fungsi sebagai pengendali banjir dan penyediaan air baku ke PDAM Tirta Moedal Kota Semarang. Kapasitas penampungan waduk 20,4 juta meter kubik. Pemanfaatan pengendali banjir 2,7 juta meter kubik dan air minum 10,9 juta meter kubik.
Tambahan listrik
Sementara itu, Provinsi Aceh akan mendapat tambahan pasokan listrik 50 megawatt (MW) dari pembangkit listrik tenaga gas (PLTG) yang dibangun di Desa Ladong, Kecamatan Mesjid Raya, Kabupaten Aceh Besar. Pembangkit ditargetkan beroperasi Januari 2019. Penambahan listrik ini diharapkan mendorong pertumbuhan industri di Aceh
Pembangunan PLTG mobile plan itu dilakukan PT Pembangkit Jawa Bali (PJB), anak perusahaan PT PLN. Peletakan batu pertama oleh Wakil Gubernur Aceh Nova Iriansyah, Kamis.
Nova mengatakan, penambahan 50 MW sangat berarti bagi Aceh. Selain untuk memenuhi kebutuhan listrik rumah tangga, tambahan ini akan mendorong pertumbuhan investasi. ”Selama ini listrik selalu jadi pertanyaan calon investor,” katanya.
Saat ini kebutuhan listrik di Aceh mencapai 370 MW, tetapi tersedia hanya 300 MW. Kekurangan dipasok pembangkit listrik di Sumut. Bahkan, masih ada 4 persen dari 6 juta penduduk Aceh belum menikmati listrik.
PLN juga tengah membangun PLTA Peusangan, Aceh Tengah, dengan kapasitas 88 MW. PLTA itu ditargetkan beroperasi pada akhir 2018. Jika pembangkit ini beroperasi lebih cepat, Aceh punya cadangan lebih besar.
Direktur Utama PT BJB Iwan Agung Firstantara mengatakan, setelah selesai pembangunan tahap pertama 50 MW, akan dilanjutkan pembangunan tahap kedua dengan kapasitas 100 MW. ”Dengan demikian, di lokasi ini akan ada pembangkit listrik 150 MW,” kata Iwan.
Total investasi PT PJB untuk pembangunan PLTG Ladong mencapai Rp 1,6 triliun. Adapun bahan baku gas dipasok dari PT Perta Gas Arun di Lhokseumawe. Pemilihan lokasi pembangunan di Aceh Besar dimaksudkan agar pembangkit dekat dengan pusat beban listrik, yakni Banda Aceh.
Pembangunan itu sebagai kontribusi PT PJB untuk memenuhi kebutuhan listrik nasional 35.000 MW. Saat ini ada 14.000 MW yang dikelola oleh PJB. Selain di Aceh, juga di Riau, Jambi, dan di beberapa provinsi lain.
Pada 2017, PT PJB juga membangun PLTG Arun Lhokseumawe dengan kapasitas 148 MW. Keberadaan PLTG Arun untuk memenuhi kebutuhan listrik Aceh bagian utara dan timur.
Kepala Divisi Operasi PLN Regio Sumatera Supriyadi mengatakan, Aceh akan terhubung dengan SUTET antarprovinsi di Sumatera agar krisis listrik bisa dipasok provinsi lain. (DIT/AIN)