PONTIANAK, KOMPAS — Wilayah Kalimantan Barat idealnya dimekarkan menjadi dua provinsi. Diharapkan akselerasi pembangunan di daerah yang luasnya 1,13 kali Pulau Jawa itu bisa lebih optimal.
Guru Besar Ilmu Ekonomi Universitas Tanjungpura Pontianak yang juga anggota tim penyusun penataan daerah Kalimantan Barat 2012-2025 Eddy Suratman, Rabu (3/1), mengatakan, dengan luas 146.807 kilometer persegi, rentang kendali pemerintahan di Kalimantan Barat (Kalbar) sulit. ”Wilayah luas, dengan anggaran yang tidak memadai. Sulit untuk membangun konektivitas antarwilayah,” kata Eddy.
Rasio panjang jalan berbanding luas wilayah Kalbar 0,094 kilometer per kilometer persegi, di bawah rata-rata nasional 0,18 kilometer per kilometer persegi. Banyak wilayah konektivitasnya belum bagus atau belum ada jalan. Ini membuktikan sulit membuka keterisolasian. Hal itu berdampak pada sulitnya meningkatkan kesejahteraan masyarakat dari sisi ekonomi dan sosial.
”Apalagi, 8 dari 14 kabupaten/kota di Kalbar ditetapkan sebagai wilayah tertinggal. Salah satu pemicunya karena masalah infrastruktur,” ujar Eddy.
Angka kemiskinan Kalbar 2017 sebesar 7,88 persen dari 4,5 juta total penduduk Kalbar. Angka itu tertinggi se-Kalimantan. Dari 1.963 desa di Kalbar, kantong kemiskinan ada di 1.717 desa atau 87,4 persen dari total desa di Kalbar.
Maka, pemekaran menjadi kebutuhan Kalbar. Idealnya dimekarkan menjadi dua provinsi, di wilayah timur Kalbar, terdiri dari Kabupaten Sanggau, Sekadau, Sintang, Melawi, dan Kapuas Hulu. Satunya di wilayah selatan, yakni Kabupaten Ketapang dan Kayong Utara.
Wilayah timur sebetulnya sudah siap sebab ada lima kabupaten. ”Mungkin dua hingga tiga tahun pertama akan sulit karena berbagi anggaran dengan Provinsi Kalbar. Tahun berikutnya provinsi baru akan ada anggaran sendiri sehingga ruang untuk akselerasi pembangunan lebih besar. Apalagi, sebagian besar wilayah timur berbatasan dengan Malaysia,” ujar Eddy.
Untuk wilayah Ketapang sebelum menjadi provinsi baru harus memekarkan kabupaten terlebih dulu. Saat ini, sudah ada dua kabupaten, yakni Ketapang dan Kayong Utara.
Pakar politik Universitas Tanjungpura yang juga anggota tim pengembangan wilayah Kalbar 2012-2025, Jumadi, menilai, pemekaran Kalbar menjadi beberapa provinsi seharusnya sejak lama dilakukan. Setidaknya pemekaran provinsi di wilayah timur Kalbar dulu. Namun, tidak ada kemauan bersama untuk melakukan itu. ”Wilayah Kalimantan Utara saja bisa. Padahal, wacana pemekaran provinsi di timur Kalbar lebih dulu muncul,” kata Jumadi.
Meski ada moratorium pemekaran, bukan berarti tidak bisa diperjuangkan. Sebab, pemekaran ini sebuah kebutuhan demi perkembangan daerah. Jika tidak, daerah sulit maju dengan keterbatasan anggaran. Pembangunan menjadi lamban. (ESA)