MANADO, KOMPAS — Balai Penelitian Tanaman Palma Kementerian Pertanian di Mapanget, Sulawesi Utara, mengembangkan sejumlah varietas unggul kelapa untuk meningkatkan produksi kelapa Tanah Air yang terus terpuruk. Produksi kelapa terancam akibat kian susutnya lahan perkebunan yang berubah menjadi kawasan permukiman dan infrastruktur.
Kepala Balai Penelitian Tanaman Palma (Balit Palma) Mapanget Ismail Maskromo di Manado, Rabu (27/12), mengatakan, pengembangan produksi kelapa di antaranya dilakukan pada sejumlah varietas kelapa dalam di Indonesia.
”Wujud pengembangan varietas adalah menghasilkan produksi kelapa dalam sebanyak 7-10 buah setiap tandan, naik dari produksi kelapa dalam selama ini yang hanya lima buah per tandan,” ucap Ismail.
Hasil uji coba varietas unggul kelapa dalam yang dilakukan Balit Palma Mapanget dapat memproduksi kopra sebanyak 3,3 ton per hektar setiap tahun. Jumlah itu melebihi produksi kopra petani Sulut saat ini yang hanya 1,1 ton per hektar setiap tahun.
Ismail mengatakan, beberapa waktu lalu, pihaknya telah melepas 22 varietas kelapa dalam, 7 varietas kelapa genjah, 1 varietas kelapa semi dalam, dan 5 varietas kelapa hibrida. Kelapa unggul tersebut telah banyak digunakan untuk peremajaan di sejumlah sentra pengembangan kelapa di Indonesia.
Di antaranya terdapat varietas Sri Gemilang yang adaptif di lahan pasang surut dan varietas kelapa kopyor yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Tahun depan, sebanyak 368.000 bibit kelapa akan disebar di provinsi-provinsi sentra produksi, seperti Riau dan Sulut.
Kepala Dinas Perkebunan Sulut Refly Ngantung mengatakan, inovasi yang dilakukan Balit Palma Mapanget memberikan kontribusi untuk peningkatan produksi kelapa dalam di daerahnya. Luas area tanaman kelapa dalam Sulut mencapai 247.000 hektar.
Namun, sebagian tanaman kelapa dalam di sentra produksi seperti Kabupaten Minahasa Selatan, Minahasa Tenggara, Bolaang Mongondow, Talaud, dan Sangihe telah berusia di atas 80 tahun. Seluas 3.500 hektar tanaman kelapa juga rusak akibat musim kemarau tahun 2015 dan serangan hama.
Kepala Bidang Kerja Sama dan Pendayagunaan Hasil-hasil Penelitian pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan Bogor Jelfina Alouw menyatakan, dalam lima tahun belakangan areal tanaman kelapa berkurang dari 3,8 juta hektar menjadi 3,5 juta hektar. Hal itu di antaranya disebabkan alih fungsi lahan menjadi kawasan permukiman dan infrastruktur. (ZAL)