Menyibak Kabut Pagi di Danau Sentarum
Embun belum beranjak dari dedaunan. Kabut masih menyelimuti perbukitan di sekitar Kecamatan Batang Lupar, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat. Pagi itu, kaki para wisatawan mulai melangkah masuk ke dalam kapal bandong.
Hari itu, Kamis (26/10), 12 wisatawan dalam dan luar negeri tengah mengikuti kegiatan susur Danau Sentarum. Kegiatan itu dilaksanakan dalam rangka Festival Danau Sentarum dan Betung Kerihun.
Menyusuri kawasan Taman Nasional Danau Sentarum (TNDS) itu menggunakan kapal kayu tradisional yang diberi atap menyerupai rumah. Kapal itu disebut warga sekitar dengan nama kapal bandong.
Beberapa wisatawan ada yang memilih menuju bagian atas kapal agar bisa melihat luasnya kawasan TNDS sambil berswafoto dengan latar belakang pemandangan. Namun, ada pula yang memilih duduk di dalam kapal sambil bersantai.
Beberapa seniman dari Kalbar dan Malaysia juga ikut dalam susur Danau Sentarum. Seniman yang ikut dalam kesempatan itu merupakan seniman alat musik tradisional Dayak yang disebut sape’. Sape’ merupakan alat musik petik yang menyerupai gitar.
Saat kapal mulai menjauh dari deramaga, salah satu seniman sape’ yang akrab dipanggil Ferry Sape’, mulai memainkan alat musik sape’ di salah satu sudut kapal. Dentingan sape’ membawa para pengunjung merasakan harmoni alam yang damai. Sesekali seniman sape’ dari Malaysia bernama Elizabeth Bungan juga turut memainkan sape’ dengan nada-nada yang meneduhkan.
Sembari mendengarkan dentingan sape’, pengunjung mulai menyaksikan keindahan hamparan Danau Sentarum. Setelah sekitar satu jam pelayaran, kami tiba di salah satu pulau di tengah Danai Sentarum yang bernama Pulau Sepandan.
Pulau itu biasa dipergunakan sebagai jalur pendakian bagi pecinta alam. “Luas Pulau Sepandan 4 hektar dengan ketinggian 99 di atas permukaan laut. Kawasan ini biasa dipergunakan untuk jalur pendakian dan latihan dasar pramuka,” kata Kepala Resort Pulau Sepandan Donatus Langit.
Kami turun sejenak dan mencoba jalur pendakian. Kecuraman jalur yang dilintasi berkisar 30-45 derajat. Kami menyusuri jalur itu menggunakan tali agar mudah mencapai ketinggiannya. Di pulau itu masih terdapat tanaman anggrek hutan.
Setelah kurang lebih 30 menit, kami tiba di ketinggiannya. Dari ketinggian, pengunjung bisa melihat hamparan Danau Sentarum yang membentang luas, beserta berbagai tumbuhan yang hijau di berbagai sudutnya.
Setelah kurang lebih 30 menit di Pulau Sepandan, kami kembali menyusuri sudut-sudut lainnya di Danau Sentarum. Kami kembali naik kapal bandong menuju Pulau Melayu sekitar 1 jam dari Pulau Sepandan.
Luas Pulau Melayu sekitar 2,3 hektar. Di sana terdapat destinasi yang disebut batu niat. “Disebut batu niat karena ada masyarakat yang pergi ke pulau itu untuk mengutarakan berbagai keinginan pada bongkahan batu. Mereka ada yang menggelar ritual saat mengutarakan keinginannya,” kata Donatus.
Eksotis
TNDS berada di wilayah Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, sekitar 700 kilometer dari Pontianak. Secara administrasi kawasan ini meliputi tujuh kecamatan, yaitu Batang Lupar, Badau, Embau, Bunut Hilir, Suhaid, Selimbau, dan Semitau.
TNDS merupakan lahan gambut tropis tertua di dunia yang berada di lahan basah dan luasnya sekitar 132.000 hektar. Danau yang terbentuk pada zaman es atau periode pleistosen ini memiliki kekayaan flora dan fauna yang luar biasa.
Taman Nasional Danau Sentarum merupakan lahan gambut tropis tertua di dunia yang berada di lahan basah dan luasnya sekitar 132.000 hektar
Berdasarkan data yang tercatat, hingga saat ini terdapat 675 spesies yang tergolong dalam 97 suku (famili). Dari jumlah tersebut, 33 jenis merupakan jenis endemik dan 10 jenis merupakan jenis baru. Ikan air tawar di TNDS tercatat sebanyak 265 jenis.
Mulai dari yang kecil sekitar 1 cm yaitu ikan linut (Sundasalanx cf. microps) sampai ikan tapah (Wallago leeri), yang dapat mencapai ukuran lebih dari 200 cm. Di kawasan TNDS juga terdapat 310 jenis burung dan termasuk jenis burung bangau hutan rawa (Ciconia stormi) yang tergolong langka.
Penelitian
Pada kesempatan itu, kami hanya bisa mengunjungi dua destinasi wisata itu karena waktu yang tidak memungkinkan. Namun, sebetulnya masih banyak destinasi yang menarik untuk dikunjungi. Sebagai contoh, perkampungan masyarakat di TNDS. Di sana masih ada masyarakat yang tinggal di rumah panjang suku Dayak atau disebut Rumah Betang.
Wisatawan bisa tinggal bersama warga di Rumah Betang dan merasakan denyut kehidupan warga. Pengunjung bisa menyaksikan bagaimana warga masih memelihara kearifan lokal dalam menjaga alam serta hidup damai bersama suku-suku yang ada di sekitar mereka.
Pengunjung bisa menyaksikan bagaimana warga masih memelihara kearifan lokal dalam menjaga alam serta hidup damai bersama suku-suku yang ada di sekitar mereka
Selain untuk wisata, TNDS kerap menjadi tujuan penelitian. Kyle (30), salah satu mahasiswa antropologi dari Amerika Serikat yang ikut dalam susur Danau Sentarum, mengatakan, ia sudah kampir dua bulan tinggal bersama masyarakat Dayak di daerah itu untuk meneliti kehidupan masyarakat sekitar.
“Selain melakukan penelitian, saya juga sudah beberapa kali menyusuri TNDS ini dengan kapal bandong untuk berekreasi. Entah mengapa saya senang sekali. Setiap ada kesempatan menyusuri danau, saya akan selalu menyempatkan diri untuk ikut,” kata Kyle.
Yuyun (26), wisatawan asal Putussibau, ibu kota Kapuas Hulu, yang ikut dalam susur Danau Sentarum, mengatakan, ia juga sudah beberapa kali ikut kegiatan susur Danau Sentarum. “Setiap ke sini, saya merasakan kedamaian. Di sini hening. Saya suka suasana seperti ini,” kata Yuyun.
Kepala Bidang Teknis Balai Besar TNDS dan Betung Kerihun Munawir, mengatakan, Festival Danau Sentarum dan Betung Kerihun sudah dilaksanakan tiga kali. Kegiatan ini sebagai upaya mempromosikan destinasi wisata guna meningkatkan kunjungan wisatawan.
Jumlah kunjungan wisatawan setiap tahunnya cukup besar. Setidaknya pada periode 2015-2016 jumlah pengunjung TNDS berkisar 1.200-1.400 orang. Melalui acara itu, diharapkan kunjungan wisatawan semakin meningkat.