Dana Terbatas, Bangun Jalan di NTT Butuh Waktu 30 Tahun
Oleh
Kornelis Kewa Ama
·3 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Infrastruktur jalan di Nusa Tenggara Timur, salah satu provinsi termiskin dan tertinggal di negeri ini, merupakan persoalan klasik. Kini dibutuhkan waktu sekitar 30 tahun lagi untuk merampungkan pembangunan 8.000 kilometer ruas jalan yang tersebar di 22 kabupaten dan kota.
Alokasi dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tiap tahun hanya Rp 300 miliar atau hanya sekitar 12 persen dari total dana yang dibutuhkan Rp 4 triliun.
Ruas jalan nasional sepanjang 2.000 kilometer dibangun dengan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional (APBN) yang tahun ini mencapai Rp 2,6 triliun. Kondisi paling memprihatinkan adalah ruas jalan kabupaten sekitar 18.000 kilometer.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) NTT Andre W Koreh di Kupang, Kamis (21/12), mengatakan, idealnya dana yang dibutuhkan untuk membangun infrastruktur jalan dan jembatan yang ditangani provinsi dengan dana APBD NTT senilai Rp 4 triliun.
Namun, pembagian APBD provinsi untuk sektor infrastruktur setiap tahun rata-rata Rp 300 miliar.
”Tahun 2018, kami kebagian dana infrastruktur dari APBD provinsi senilai Rp 300 miliar. Jika dana ini dibagi ke 22 kabupaten dan kota untuk pembangunan jalan dan jembatan, satu kabupaten dan kota kebagian Rp 14 miliar,” katanya.
Dinas PUPR masih menangani sektor lain, seperti air bersih, perumahan rakyat, dan biaya rutin (gaji pegawai). Dana cadangan untuk mengantisipasi terjadi bencana longsor dan jembatan putus pun senilai Rp 100 miliar.
Dana ini selalu dianggarkan setiap tahun. Di daratan Flores, Timor, dan Sumba, bencana longsor dan jembatan putus selalu terjadi setiap musim hujan.
Dengan demikian, dana yang dialokasikan untuk pembangunan jalan dan jembatan di 22 kabupaten atau kota sekitar Rp 5 miliar per kabupaten dan kota.
Untuk 8.000 kilometer jalan di NTT butuh waktu sekitar 30 tahun. Itu kalau alokasi dana ditingkatkan dari Rp 5 miliar menjadi Rp 10 miliar-Rp 20 miliar per tahun. Dalam kurun waktu 30 tahun itu, semua ruas jalan dan jembatan dapat dilapisi aspal beton (hotmix), tidak termasuk jalan kabupaten.
Aspal beton adalah campuran agregat kasar, agregat halus, dan bahan pengisi (filler) dengan bahan pengikat aspal dalam kondisi suhu tinggi (panas) dengan komposisi yang diteliti dan diatur oleh spesifikasi teknis.
Ia mengatakan, dana APBN yang ditangani langsung pemerintah pusat tahun 2018 senilai Rp 2,6 triliun.
Dana ini antara lain untuk perbaikan jalan nasional yang rusak dan lanjutan pembangunan bendungan di Sikka, Belu, dan bendungan baru di Timor Tengah Selatan. Ruas jalan nasional sepanjang 2.000 kilometer tersebar di 22 kabupaten dan kota relatif mulus, dilapisi hotmix.
Kondisi jalan paling buruk, yakni jalan kabupaten dengan panjang sekitar 18.000 kilometer, tersebar di 306 kecamatan dan 3.268 desa dan kelurahan di 22 kabupaten. Jalan-jalan ini menghubungkan kota dan kabupaten dengan kecamatan, dan kecamatan menuju desa.
Sekitar 10.000 kilometer jalan kabupaten di NTT masih berupa jalan tanah. Alokasi dana dari APBD dari setiap kabupaten untuk pembangunan ruas jalan itu sangat minim, di bawah Rp 1 miliar per tahun.
Kini, masyarakat terbantu dengan dana desa, tetapi itu pun tidak diizinkan untuk membangun jalan dengan status jalan kabupaten, kecuali jalan menuju sentra produksi.
Mis Lagadoni, Kepala Desa Demondei, Kecamatan Wotan Ulumado, Kabupaten Flores Timur, mengatakan, akses jalan dari desa itu menuju Kecamatan Wotanulumado sepanjang 7 kilometer berupa jalan tanah. Padahal, desa-desa di pedalaman Flores Timur merupakan sentra produksi pertanian dan perkebunan.
”Kami sudah mengusulkan agar dana desa digunakan untuk membangun jalan tersebut. Namun, usulan itu diabaikan pemkab dengan alasan itu status jalan kabupaten. Dana desa hanya bisa digunakan untuk membangun jalan di dalam desa dan dari desa menuju sentra produksi,” kata Lagadoni. (KOR)